Wednesday, December 30, 2009

Pertapa Muda dan Kepiting

suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda
sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.
Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian
pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak
beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya.
Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi
berasal.
Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga>
tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan.
Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk
membantunya.
Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa
muda.
Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati
pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara
yang sama dari arah tepi sungai.
Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama.
Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan
jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi..

Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin
membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri
dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik.
Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit
kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda.
Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih.
Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa
menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab
si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas
kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah
ranting.
Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali
melawan arus sungai.
Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.
"Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik,
tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan.
Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak
harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita
manfaatkan, betul kan ?"

Seketika itu, si pemuda tersadar.
"Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu.
Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan.
Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman
ajarkan."

Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain
adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita,
orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.

Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang
kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang.

Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu,
malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu..

Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan
dengan cara yang tepat dan bijak.

Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif
bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan
pula bagi kita yang membantu.

Thursday, June 04, 2009

Goresan Mobil



Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap.

Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu.

Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.

Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

"Buk….!" Aah…, ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu.

Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.

"Cittt…." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan.

Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele.

Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos dibengkel untuk memperbaikinya.

"Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa.

"Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti…."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.

"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.

Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak.

Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda?

Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam.

Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.

Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.

Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.

Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya.

Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.

Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu.

Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.

Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan.

Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.

Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita.

Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya.

Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak.

Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.






Wednesday, June 03, 2009

BUKU TABUNGAN


 
Priya menikah dengan Hitesh. Pada pesta pernikahan, ibu Priya memberinya
sebuah buku tabungan. Di dalamnya berisi tabungan sejumlah Rs.1000 (Rp 246.000).
Dia berkata, "Priya, terimalah buku tabungan ini. Gunakan sebagai buku
catatan dari kehidupan pernikahanmu. Jika ada satu peristiwa bahagia atau yang
bisa dikenang, masukkan sejumlah uang tabungan di dalamnya. Tulis kejadian yang kamu alami di baris catatan yang ada di sampingnya. Semakin besar kenangan terhadap peristiwa itu, masukkan uang tabungan yang lebih besar. Ibu sudah melakukan di awal pernikahanmu ini.. Lakukan selanjutnya bersama Hitesh. Saat kamu melihat kembali tahun-tahun yang telah berlalu, kamu akan mengetahui betapa bahagianya kehidupan pernikahan yang kamu miliki."

Priya memberitahukan hal ini kepada Hitesh setelah pesta usai. Mereka berdua
setuju bahwa ini adalah ide yang sangat bagus dan mereka tidak sabar menanti
saatnya untuk memasukkan tambahan uang tabungan ke dalam buku itu.

Ini yang mereka lakukan setelah beberapa waktu :
- 7 Februari : Rs 100 (Rp 24.600),ultah pertama untuk Hitesh setelah menikah
- 1 Maret : Rs 300 (Rp 73.800), gaji Priya naik
- 20 Maret : Rs 200 (Rp 49.200), berlibur ke Bali
- 15 April : Rs 2.000 (Rp 492.000), Priya hamil
- 1 Juni ; Rs 1,000 (Rp 246.000), Hitesh dipromosikan ... dst...

Akan tetapi setelah beberapa tahun berlalu, mereka mulai beradu pendapat dan
bertengkar untuk hal-hal yang sepele. Mereka saling diam. Mereka menyesal telah menikahi orang yang paling buruk di dunia ... tidak ada lagi cinta ...
sesuatu yang sangat tipikal di masa ini.

Suatu hari Priya berkata pada ibunya, "Ibu, kami tidak bisa bertahan lagi.
Kami setuju untuk bercerai. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya telah memutuskan menikah dengan orang ini !"

Ibunya menjawab, "Baiklah, apa pun yang kamu ingin kerjakan kalau sudah
tidak bisa bertahan. Tetapi sebelum kamu melangkah lebih jauh, tolong
lakukan hal ini. Ingat buku tabungan yang ibu berikan saat pesta pernikahan
kalian? Ambil semua uangnya dan belanjakan sampai habis. Kamu tidak bisa terus menyimpan catatan di buku tabungan itu untuk sebuah pernikahan yang buruk."

Priya berpikir bahwa itu benar. Jadi dia pergi ke bank, menunggu di
antrian dan berencana menutup buku tabungan itu. Ketika menunggu, dia melihat catatan yang ada di buku tabungan di tangannya. Dia melihat, melihat, dan melihat.
Kemudian ingatan akan semua kebahagiaan dan sukacita di masa-masa yang telah lewat muncul kembali di pikirannya. Air mata menggenang dan berurai di pipinya.
Kemudian dia bergegas meninggalkan bank dan pulang.


Ketika sampai di rumah, Priya memberikan buku tabungan itu pada Hitesh,
dan memintanya untuk memasukkan sejumlah uang ke tabungan itu sebelum mereka bercerai.

Hari esoknya, Hitesh mengembalikan buku tabungan itu pada Priya. Dia
menemukan tambahan tabungan sebesar Rs 5000 (Rp 1.230.000) dengan catatan di dalam buku tabungan: 'Ini adalah hari dimana saya menyadari betapa saya mencintaimu sepanjang tahun-tahun yang telah kita lewati. Betapa besar kebahagiaan telah kamu bawa untukku." Mereka berdua berpelukan dan menangis, dan meletakkan buku tabungan itu kembali di tempat semula.

Anda tahu berapa uang yang terkumpul saat mereka pensiun? Saya tidak
bertanya pada mereka. Saya percaya uang bukan masalah lagi setelah mereka berhasil melalui tahun-tahun yang indah di sepanjang kehidupan pernikahan mereka.

* * * * *

"Saat engkau jatuh, jangan melihat tempat di mana kamu jatuh,
tetapi lihatlah tempat di mana kamu mulanya tergelincir. "

= Hidup adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan.

Wednesday, May 20, 2009

cara pandang terhadap suatu masalah

Seorang petani yang tinggal di daerah Sumatra Selatan memiliki keledai satu-satunya sebagai alat angkutan sehari-hari.
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh kedalam sumur. Hewan itu menangis sangat memilukan selama berjam-jam sementara si petani tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan keledai tersebut.


Segala upaya telah dicoba untuk mengangkat keledai itu dari dalam sumur, tetapi tidak membuahkan hasil.  Akhirnya , setelah berdiskusi dengan saudaranya diperoleh kesimpulan untuk membiarkan saja keledai itu didalam sumur untuk selanjutnya ditimbun.

Alasannya , hewan tersebut sudah tua dan tidak terlalu berguna lagi jika ditolong.  Di pihak lain , sumur itu sendiri juga sebenarnya kurang produktif.   Dengan demikian menutup sumur dengan keledainya merupakan keputusan yang tepat.

Lalu dia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantu. Mereka datang dengan membawa sekop, cangkul, dan peralatan lainnya lalu mulai menimbun tanah kedalam sumur.  Pada mulanya , ketika si keledai menyadari apa yang terjadi, dia menangis penuh kengerian.  

Namun lama kelamaan semua orang jadi takjub ketika si keledai menjadi diam dan tidak berteriak lagi.  Setelah beberapa sekop tanah mulai dituangkan lagi kedalam sumur, si petani melihat kedalam sumur dan tercengang melihat apa yang dilakukan sang keledai.

Sekalipun punggungnya terus menerus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun kebawah, lalu menaiki tanah itu. Begitu seterusnya, tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor keatas punggung hewan itu, sedangkan si keledai juga terus mengguncangkan badannya dan melangkah naik hingga mendekati mulut sumur.  Tak pelak lagi, semua orang terpesona ketika melihat si keledai melompati tepi sumur dan melarikan diri.

_________________________

***Terkadang hidup ini terasa begitu tertekan dengan permasalahan yang bertubi-tubi, baik itu masalah keluarga maupun pekerjaan.
Setiap hari timbunan masalah itu semakin berat saja. Belajar dari ilustrasi diatas , bukankah setiap masalah yang ada dapat dijadikan batu pijakan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik lagi?

Kita tidak bisa terus-menerus menyesali apa yang terjadi, sekalipun rasanya sudah tidak mungkin untuk keluar dari masalah yang ada.
Namun dengan mengubah cara pandang terhadap suatu masalah, akan ditemukan solusi-solusi baru yang mungkin tidak dapat ditemukan sebelumnya.

Pendek kata ketika menghadapi masalah sesungguhnya kita sedang menikmati pengalaman hidup yang mungkin tidak terulang kembali. Pengalaman bukanlah apa yang dialami seseorang, melainkan apa yang dilakukan seseorang terhadap apa yang terjadi pada dirinya.

Persepsi orang lain akan berubah ketika kita bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan tegar dan tabah. Cara pandang dan penilaian orang justru akan berbalik arah ketika kita bisa memandang permasalahan yang kita hadapi secara positif.

Kebesaran jiwa seseorang memang diuji pada saat ia menghadapi permasalahan hidup.  

Seseorang memiliki mental dan perkembangan emosi yang optimal bukan dilihat dari kekayaan atau jabatannya yang tinggi, bukan pula dari pernyataan -pernyataannya yang muluk, dan bukan pula dari palu kekuasaan yang dimilikinya untuk menekan orang lain, melainkan dari dapur api pengujian hidup.

'Aslinya' seseorang akan tampak ketika seluruh aksesoris kehidupan yang dimilikinya lepas.  Emas akan betul tampak betul-betul emas setelah melalui pengujian api , bukan ketika dia dilekatkan sebagai perhiasan baru.

Selama manusia hidup, pasti banyak permasalahan yang terus menekannya.  Disisi lain , dalam menjalani kehidupan juga kita akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang harus segera diputuskan itu.  

Semakin individu tersebut terbang tinggi , semakin kuat pula tarikan untuk menghambatnya. Semakin gemilang seseorang dalam prestasi dan implementasi kompetensi yang dimilikinya, semakin deras pula arus untuk menekannya. Berkenaan dengan hal itu , maka pilihan tetap ada di pundak masing- masing. Mau tetap terbang tinggi bersama kompetensi yang dimiliki sambil mengucapkan selamat tinggal kepada pecundang, atau mengambil keputusan untuk turun lalu hidup bersama para pecundang


--

Tuesday, May 12, 2009

perlunya saling menghargai


Pentingnya rasa menghargai baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Ada kisah nyata seorang penyanyi terkenal di Eropa, seorang wanita
yang memiliki suara yang bagus sekali.
Wanita ini bersuamikan pemain musik yang juga seorang pengarang lagu.
Begitu pandainya sang suami ini tentang lagu, nada, irama, tangga
nada dan hal-hal lain di bidang musik semacam itu sehingga dia
selalu menemukan apa yang harus dikoreksi ketika isterinya menyanyi.
Kalau isterinya menyanyi selalu saja ada komentar dan kritik seperti;
bagian depan kurang tinggi, lain kali dia berkata bagian ini kurang
pelan, lain kali dia berkata bagian akhir harusnya "kres".. naik
sedikit, dsb.. selalu saja ada komentar pedas yang dia lontarkan
kalau isterinya menyanyi dan bersenandung.
Akhirnya sang wanita malas menyanyi. Dia berkeputusan, wah ngak usah
nyanyi aja deh, apa aja salah terus, nyanyi apa aja ada yang kurang.
Enggak usah nyanyi kalau nyanyi kadang malah jadi bertengkar.

Singkat cerita, karena suatu musibah, sang suami meninggal dan lama
setelah itu si wanita menikah lagi dengan seorang tukang ledeng. Tukang
ledeng ini tidak tahu menahu soal musik. Yang ia tahu isterinya bersuara
bagus dan dia selalu memuji isterinya kalau bernyanyi.
Suatu ketika isterinya bertanya: "Pa.., bagaimana laguku?" dan
suaminya
berkata kepada isterinya: "Ma...saya ini selalu ingin cepat
pulang karena mau mendengar kamu menyanyi!!" Lain kali dia berkata,
"Ma,
kalau saya tidak menika dengan kamu mungkin saya sudah tuli kali ma,
karena bunyi dentuman, bunyi gergaji, bunyi cericit drat pipa ledeng,
gesekan pipa ledeng dan bunyi pipa lainnya yang saya dengar sepanjang
hari kalau saya bekerja.
Sebelum saya menikah denganmu, saya sering mimpi dan terngiang2 suara2
gergaji dll. yang tidak mengenakkan ketika tidur. Sekarang setelah
menikah dan sering mendengar kamu menyanyi, suaramulah yang terngiang2."
Istrinya sangat bersukacita, tersanjung merasa diterima dengan pujian
yang diterimanya dan membuat dia semakin gemar bernyanyi, bernyanyi dan
bernyanyi.
Mandi dia bernyanyi, masak dia bernyanyi dan tanpa disadarinya dia
berlatih, berlatih dan berlatih. Suaminya mendorong hingga dia mulai
rekaman dan mengeluarkan kaset volume pertama dan ternyata disambut
baik oleh masyarakat.
Wanita ini akhirnya menjadi penyanyi terkenal dan dia terkenal bukan
pada saat suaminya seorang ahli musik, tetapi saat suaminya seorang
tukang ledeng yang memberinya sedikit demi sedikit pujian ketika dia
menyanyi.

Sedikit pujian memberikan rasa diterima... sedikit pujian memberikan
rasa dihargai... memberikan dorongan...memberikan rasa nyaman,
semangat dan antusiasme untuk melakukan hal yang baik dan lebih baik
lagi.
Sedikit pujian dapat membuat seseorang bisa meraih prestasi tertinggi
yang bisa diraihnya.

Omelan, bentakan, kecaman, amarah atau kritik yang tidak membangun
tidak banyak merubah seseorang... Karena itu marilah kita saling
memberikan pujian yang tulus satu dengan yang lain.

Monday, May 04, 2009

Dilambatkan


 

Dahulu pada tahun 1970-an, Tom Watson merupakan pegolf yang mulai naik daun di Kejuaraan PGA. Namun dari waktu ke waktu, ketika Tom memimpin turnamen dan sampai ke ronde terakhir, ia akan menjadi gugup, kalah dalam beberapa holes dan berakhir di pertengahan permainan. Segera media massa menyebut Tom sebagai "Si Gugup". Kritikan semacam itu hanya membuatnya semakin tertekan dan makin cenderung gugup.

Dalam sebuah wawancara dengan sebuah majalah golf, Watson berkata, "Setiap orang bisa saja gugup. Dalam kejuaraan US Open pada tahun 1974, saya selalu salah memukul. Syaraf saya tidak bisa menyesuaikan diri dalam pertandingan itu. Itulah kegugupan saya, sehingga saya tidak dapat menemukan pukulan atau ayunan stik golf yang pas."

Bagaimana Watson dapat mengatasi kegugupannya? "Byron memberikan nasihat yang terbaik kepada saya." Watson ingat apa yang pernah dikatakan oleh Byron Nelson, pemain golf profesional legendaris di tahun 1930-an dan 1940-an. Byron pernah berkata, "Jalanlah dengan perlahan-lahan, berbicaralah lambat lambat, lakukanlah segala hal dengan sengaja dilambatkan dari biasanya. Hal itu akan menenangkan engkau." Nasihat itu membantu Tom Watson mengatasi kegugupannya. Ia kemudian memenangkan banyak turnamen golf, termasuk kejuaran Inggris Terbuka sebanyak lima kali.

Setiap orang bisa saja gagal. Kegagalan merupakan bagian dari proses yang membawa kita pada kedewasaan dan keberhasilan. Kebanyakan para pengusaha yang sukses telah melalui berbagai kegagalan dalam kehidupan ini, namun mereka biasanya tidak menganggap kegagalan mereka sebagai kekalahan. Mereka menganggap kegagalan sebagai pelajaran. Jika anda ingin berhasil, belajarlah banyak dari kegagalan anda sendiri.

"Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14)

Sumber: Os Hillman

--

RUANGAN

 

Cerita di bawah ini tentang Brian Moore yang berusia 17 tahun, ditulis olehnya sebagai tugas sekolah. Pokok bahasannya tentang sorga itu seperti apa. "Aku membuat mereka terperangah," kata Brian kepada ayahnya, Bruce. "Cerita itu bikin heboh. Tulisan itu seperti sebuah bom saja. Itulah yang terbaik yang pernah aku tulis." Dan itu juga merupakan tulisannya yang terakhir.

Orangtua Brian telah melupakan esai yang ditulis Brian ini sampai seorang saudara sepupu menemukannya ketika ia membersihkan kotak loker milik remaja itu di SMA Teays Valley, Pickaway County, Ohio.

Brian baru saja meninggal beberapa jam yang lalu, namun orangtuanya mati-matian mencari setiap barang peninggalan Brian: surat-surat dari teman-teman sekolah dan gurunya, dan PR-nya. Hanya dua bulan sebelumnya, ia telah menulis sebuah esai tentang pertemuannya dengan Tuhan Yesus di suatu ruang arsip yang penuh kartu-kartu yang isinya memerinci setiap saat dalam kehidupan remaja itu. Tetapi baru setelah kematian Brian, Bruce dan Beth, mengetahui bahwa anaknya telah menerangkan pandangannya tentang sorga.

Tulisan itu menimbulkan suatu dampak besar sehingga orang-orang ingin membagikannya. "Anda merasa seperti ada di sana," kata pak Bruce Moore. Brian meninggal pada tanggal 27 Mei, 1997, satu hari setelah Hari Pahlawan Amerika Serikat. Ia sedang mengendarai mobilnya pulang ke rumah dari rumah seorang teman ketika mobil itu keluar jalur Jalan Bulen Pierce di Pickaway County dan menabrak suatu tiang. Ia keluar dari mobilnya yang ringsek tanpa cedera namun ia menginjak kabel listrik bawah tanah dan kesetrum.

Keluarga Moore membingkai satu salinan esai yang ditulis Brian dan menggantungkannya pada dinding di ruang keluarga mereka. "Aku pikir Tuhan telah memakai Brian untuk menjelaskan suatu hal. Aku kira kita harus menemukan makna dari tulisan itu dan memetik manfaat darinya," kata Nyonya Beth Moore tentang esai itu.

Nyonya Moore dan suaminya ingin membagikan penglihatan anak mereka tentang kehidupan setelah kematian. "Aku bahagia karena Brian. Aku tahu dia telah ada di sorga. Aku tahu aku akan bertemu lagi dengannya."

Inilah esai Brian yang berjudul "RUANGAN".

Di antara sadar dan mimpi, aku menemukan diriku di sebuah ruangan. Tidak ada ciri yang mencolok di dalam ruangan ini kecuali dindingnya penuh dengan kartu-kartu arsip yang kecil. Kartu-kartu arsip itu seperti yang ada di perpustakaan yang isinya memuat judul buku menurut pengarangnya atau topik buku menurut abjad.

Tetapi arsip-arsip ini, yang membentang dari dasar lantai ke atas sampai ke langit-langit dan nampaknya tidak ada habis-habisnya di sekeliling dinding itu, memiliki judul yang berbeda-beda.

Pada saat aku mendekati dinding arsip ini, arsip yang pertama kali menarik perhatianku berjudul "Cewek-cewek yang Aku Suka". Aku mulai membuka arsip itu dan membuka kartu-kartu itu. Aku cepat-cepat menutupnya, karena terkejut melihat semua nama-nama yang tertulis di dalam arsip itu. Dan tanpa diberitahu siapapun, aku segera menyadari dengan pasti aku ada dimana.

Ruangan tanpa kehidupan ini dengan kartu-kartu arsip yang kecil-kecil merupakan sistem katalog bagi garis besar kehidupanku. Di sini tertulis tindakan-tindakan setiap saat dalam kehidupanku, besar atau kecil, dengan rincian yang tidak dapat dibandingkan dengan daya ingatku. Dengan perasaan kagum dan ingin tahu, digabungkan dengan rasa ngeri, berkecamuk di dalam diriku ketika aku mulai membuka kartu-kartu arsip itu secara acak, menyelidiki isi arsip ini. Beberapa arsip membawa sukacita dan kenangan yang manis; yang lainnya membuat aku malu dan menyesal sedemikian hebat sehingga aku melirik lewat bahu aku apakah ada orang lain yang melihat arsip ini.

Arsip berjudul "Teman-Teman" ada di sebelah arsip yang bertanda "Teman-teman yang Aku Khianati". Judul arsip-arsip itu berkisar dari hal-hal biasa yang membosankan sampai hal-hal yang aneh. "Buku-buku Yang Aku Telah Baca". "Dusta-dusta yang Aku Katakan". "Penghiburan yang Aku Berikan". "Lelucon yang Aku Tertawakan". Beberapa judul ada yang sangat tepat menjelaskan kekonyolannya: "Makian Buat Saudara-saudaraku".

Arsip lain memuat judul yang sama sekali tak membuat aku tertawa: "Hal-hal yang Aku Perbuat dalam Kemarahanku.", "Gerutuanku terhadap Orangtuaku". Aku tak pernah berhenti dikejutkan oleh isi arsip-arsip ini. Seringkali di sana ada lebih banyak lagi kartu arsip tentang suatu hal daripada yang aku bayangkan. Kadang-kadang ada yang lebih sedikit dari yang aku harapkan. Aku terpana melihat seluruh isi kehidupanku yang telah aku jalani seperti yang direkam di dalam arsip ini.

Mungkinkah aku memiliki waktu untuk mengisi masing-masing arsip ini yang berjumlah ribuan bahkan jutaan kartu? Namun setiap kartu arsip itu menegaskan kenyataan itu. Setiap kartu itu tertulis dengan tulisan tanganku sendiri. Setiap kartu itu ditanda-tangani dengan tanda tanganku sendiri.

Ketika aku menarik kartu arsip bertanda "Pertunjukan- pertunjukan TV yang Aku Tonton", aku menyadari bahwa arsip ini semakin bertambah memuat isinya. Kartu-kartu arsip tentang acara TV yang kutonton itu disusun dengan padat, dan setelah dua atau tiga yard, aku tak dapat menemukan ujung arsip itu. Aku menutupnya, merasa malu, bukan karena kualitas tontonan TV itu, tetapi karena betapa banyaknya waktu yang telah aku habiskan di depan TV seperti yang ditunjukkan di dalam arsip ini.

Ketika aku sampai pada arsip yang bertanda "Pikiran-Pikiran yang Ngeres", aku merasa merinding di sekujur tubuhku. Aku menarik arsip ini hanya satu inci, tak mau melihat seberapa banyak isinya, dan menarik sebuah kartu arsip. Aku terperangah melihat isinya yang lengkap dan persis. Aku merasa mual mengetahui bahwa ada saat di hidupku yang pernah memikirkan hal-hal kotor seperti yang dicatat di kartu itu. Aku merasa marah.

Satu pikiran menguasai otakku: Tak ada seorangpun yang boleh melihat isi kartu-kartu arsip in! Tak ada seorangpun yang boleh memasuki ruangan ini! Aku harus menghancurkan arsip-arsip ini! Dengan mengamuk bagai orang gila aku mengacak-acak dan melemparkan kartu-kartu arsip ini. Tak peduli berapa banyaknya kartu arsip ini, aku harus mengosongkannya dan membakarnya. Namun pada saat aku mengambil dan menaruhnya di suatu sisi dan menumpuknya di lantai, aku tak dapat menghancurkan satu kartupun. Aku mulai menjadi putus asa dan menarik sebuah kartu arsip, hanya mendapati bahwa kartu itu sekuat baja ketika aku mencoba merobeknya. Merasa kalah dan tak berdaya, aku mengembalikan kartu arsip itu ke tempatnya. Sambil menyandarkan kepalaku di dinding, aku mengeluarkan keluhan panjang yang mengasihani diri sendiri.

Dan kemudian aku melihatnya. Kartu itu berjudul "Orang-orang yang Pernah Aku Bagikan Injil". Kotak arsip ini lebih bercahaya dibandingkan kotak arsip di sekitarnya, lebih baru, dan hampir kosong isinya. Aku tarik kotak arsip ini dan sangat pendek, tidak lebih dari tiga inci panjangnya. Aku dapat menghitung jumlah kartu-kartu itu dengan jari di satu tangan. Dan kemudian mengalirlah air mataku. Aku mulai menangis. Sesenggukan begitu dalam sehingga sampai terasa sakit. Rasa sakit itu menjalar dari dalam perutku dan mengguncang seluruh tubuhku. Aku jatuh tersungkur, berlutut, dan menangis. Aku menangis karena malu, dikuasai perasaan yang memalukan karena perbuatanku. Jajaran kotak arsip ini membayang di antara air mataku. Tak ada seorangpun yang boleh melihat ruangan ini, tak seorangpun boleh.

Aku harus mengunci ruangan ini dan menyembunyikan kuncinya. Namun ketika aku menghapus air mata ini, aku melihat Dia.

Oh, jangan! Jangan Dia! Jangan di sini. Oh, yang lain boleh asalkan jangan Yesus! Aku memandang tanpa daya ketika Ia mulai membuka arsip-arsip itu dan membaca kartu-kartunya. Aku tak tahan melihat bagaimana reaksi-Nya. Dan pada saat aku memberanikan diri memandang wajah-Nya, aku melihat dukacita yang lebih dalam dari pada dukacitaku. Ia nampaknya dengan intuisi yang kuat mendapati kotak-kotak arsip yang paling buruk.

Mengapa Ia harus membaca setiap arsip ini? Akhirnya Ia berbalik dan memandangku dari seberang di ruangan itu. Ia memandangku dengan rasa iba di mata-Nya. Namun itu rasa iba, bukan rasa marah terhadapku. Aku menundukkan kepalaku, menutupi wajahku dengan tanganku, dan mulai menangis lagi. Ia berjalan mendekat dan merangkulku. Ia seharusnya dapat mengatakan banyak hal. Namun Ia tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya menangis bersamaku.

Kemudian Ia berdiri dan berjalan kembali ke arah dinding arsip-arsip. Mulai dari ujung yang satu di ruangan itu, Ia mengambil satu arsip dan, satu demi satu, mulai menandatangani nama-Nya di atas tanda tanganku pada masing-masing kartu arsip. "Jangan!" seruku bergegas ke arah-Nya. Apa yang dapat aku katakan hanyalah "Jangan, jangan!" ketika aku merebut kartu itu dari tangan-Nya. Nama-Nya jangan sampai ada di kartu-kartu arsip itu. Namun demikian tanpa dapat kucegah, tertulis di semua kartu itu nama-Nya dengan tinta merah, begitu jelas, dan begitu hidup. Nama Yesus menutupi namaku. Kartu itu ditulisi dengan darah Yesus! Ia dengan lembut mengambil kembali kartu-kartu arsip yang aku rebut tadi. Ia tersenyum dengan sedih dan mulai menandatangani kartu-kartu itu. Aku kira aku tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia melakukannya dengan demikian cepat, namun kemudian segera menyelesaikan kartu terakhir dan berjalan mendekatiku. Ia menaruh tangan-Nya di pundakku dan berkata, "Sudah selesai!"

Aku bangkit berdiri, dan Ia menuntunku ke luar ruangan itu. Tidak ada kunci di pintu ruangan itu. Masih ada kartu-kartu yang akan ditulis dalam sisa kehidupanku.

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)



--

waktu

Pada suatu tempat, hiduplah seorang anak. Dia hidup dalam keluarga yang bahagia, dengan orang tua dan sanak keluarganya.
Tetapi, dia selalu menganggap itu sesuatu yang wajar saja. Dia terus bermain, mengganggu adik dan kakaknya, membuat masalah bagi orang lain adalah kesukaannya.
Ketika ia menyadari kesalahannya dan mau minta maaf,dia selalu berkata, "Tidak apa-apa, besok kan bisa."

Ketika agak besar, sekolah sangat menyenangkan baginya. Dia belajar, mendapat teman, dan sangat bahagia.
Tetapi, dia anggap itu wajar-wajar aja. Semua begitu saja dijalaninya sehingga dia anggap semua sudah sewajarnya.
Suatu hari, dia berkelahi dengan teman baiknya. Walaupun dia tahu itu salah, tapi tidak pernah mengambil inisiatif untuk minta maaf dan berbaikan dengan teman baiknya. Alasannya, "Tidak apa-apa, besok kan bisa."
Ketika dia agak besar, teman baiknya tadi bukanlah temannya lagi. Walaupun dia masih sering melihat temannya itu, tapi mereka tidak pernah saling tegur.

Tapi itu bukanlah masalah, karena dia masih punya banyak teman baik yang lain.
Dia dan teman-temannya melakukan segala sesuatu bersama-sama, main, kerjakan PR, dan jalan-jalan. Ya, mereka semua teman-temannya yang paling baik.

Setelah lulus
, kerja membuatnya sibuk. Dia ketemu seorang cewek yang sangat cantik dan baik. Cewek ini kemudian menjadi pacarnya.
Dia begitu sibuk dengan kerjanya, karena dia ingin dipromosikan ke posisi paling tinggi dalam waktu yang sesingkat mungkin.

Tentu, dia rindu untuk bertemu teman-temannya. Tapi dia tidak pernah lagi menghubungi mereka, bahkan lewat telepon.

Dia selalu berkata, "Ah, aku capek, besok saja aku hubungin mereka."
Ini tidak terlalu mengganggu dia karena dia punya teman-teman sekerja selalu mau diajak keluar.
Jadi, waktu pun berlalu, dia lupa sama sekali untuk menelepon teman-temannya.

Setelah dia menikah dan punya anak
, dia bekerja lebih keras agar dalam membahagiakan keluarganya.
Dia tidak pernah lagi membeli bunga untuk istrinya, atau pun mengingat hari ulang tahun istrinya dan juga hari pernikahan mereka.
Itu tidak masalah baginya, karena istrinya selalu mengerti dia, dan tidak pernah menyalahkannya.

Tentu, kadang-kadang dia merasa bersalah dan sangat ingin punya kesempatan untuk mengatakan pada istrinya "Aku cinta kamu", tapi dia tidak pernah melakukannya.

Alasannya, "Tidak apa-apa, saya pasti besok akan mengatakannya."
Dia tidak pernah sempat datang ke pesta ulang tahun anak-anaknya, tapi dia tidak tahu ini akan perpengaruh pada anak-anaknya.
Anak-anak mulai menjauhinya, dan tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu mereka dengan ayahnya.

Suatu hari, kemalangan datang ketika istrinya tewas dalam kecelakaan, istrinya ditabrak lari.

Ketika kejadian itu terjadi, dia sedang ada rapat. Dia tidak sadar bahwa itu kecelakaan yang fatal, dia baru datang saat istrinya akan dijemput maut.
Sebelum sempat berkata "Aku cintakamu", istrinya telah meninggal dunia. Laki-laki itu remuk hatinya dan mencoba menghibur diri melalui anak-anaknya setelah kematian istrinya. Tapi, dia baru sadar bahwa anak anaknya tidak pernah mau berkomunikasi dengannya.
Segera, anak-anaknya dewasa dan membangun keluarganya masing-masing.
Tidak ada yang peduli dengan orang tua ini, yang di masa lalunya tidak pernah meluangkan waktunya untuk mereka.

Saat mulai renta, Dia pindah ke rumah jompo yang terbaik, yang menyediakan pelayanan sangat baik.

Dia menggunakan uang yang semula disimpannya untuk perayaan ulang tahun pernikahan ke 50, 60, dan 70.
Semula uang itu akan dipakainya untuk pergi ke Hawaii, New Zealand,dan negara-negara lain bersama istrinya, tapi kini dipakainya untuk membayar biaya tinggal di rumah jompo tersebut. Sejak itu sampai dia meninggal, hanya ada orang-orang tua dan suster yang merawatnya.Dia kini merasa sangat kesepian, perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Saat dia mau meninggal, dia memanggil seorang suster dan berkata kepadanya, "
Ah, andai saja aku menyadari ini dari dulu...."
Kemudian perlahan ia menghembuskan napas terakhir, Dia meninggal dunia dengan airmata dipipinya.
============ ========= ========= ========= ========= =========
Apa yang saya ingin coba katakan pada anda, waktu itu nggak pernah
berhenti. Anda terus maju dan maju, sebelum benar-benar menyadari, anda ternyata telah maju terlalu jauh.

Jika kamu pernah bertengkar, segera berbaikanlah!

Jika kamu merasa ingin mendengar suara teman kamu, jangan ragu-ragu untuk meneleponnya segera.


Terakhir, tapi ini yang paling penting, jika kamu merasa kamu ingin bilang sama seseorang bahwa kamu sayang dan cinta dia, jangan tunggu sampai terlambat.

Jika kamu terus pikir bahwa kamu lain hari baru akan memberitahu dia, hari ini tidak pernah akan datang.

Jika kamu selalu pikir bahwa besok akan datang, maka "besok" akan pergi begitu cepatnya hingga kamu baru sadar bahwa waktu telah meninggalkanmu.

Sunday, April 26, 2009

1 jam tanpa dosa

1 JAM TANPA DOSA
 
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah, bisakah seseorang melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?"

Ayahnya menjawab sambil tersenyum : "tak mungkin, nak."

"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" tanyanya lagi.

Ayahnya berkata: "tak mungkin, nak."

"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"

Lagi-lagi ayahnya berkata : "Tak mungkin, nak."

"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu bertanya lagi.
Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk menjawab: "mm.....
mungkin bisa, nak."

"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat
untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"

Ayahnya tertawa dan berkata : "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."

Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata : "Kalau begitu ayah, aku mau
memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, momen demi momen, supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"

Wednesday, April 22, 2009

Kebahagiaan itu ada dimana-mana

 

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.

"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua.

"Apa yang kau risaukan..?"

Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"

Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.

Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat.

Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan?

Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?"

Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. ***

Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya.

Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan.

Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan.

Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.

Percayalah, kebahagiaan itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

(source : unknown author)
 

Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu


Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil membanting pintu kamarku dan bersander.

"Tidak adakah istirahat dari hidup ini? "

Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi telingaku dengan bantal.

"Ya Tuhan, " aku menangis, "Biarkan aku tidur....Biarkan aku tidur dan tidak pernah bangun kembali!" Dengan tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku untuk melupakan.

Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku, Lalu, suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan salib.

"Anakku, " orang itu bertanya, " Mengapa engkau datang kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu? "

" Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa melanjutkannya. Kau lihat! betapa berat hidupku. Lihat beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa mengangkatnya lagi. "

" Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu untuk datang kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat, karena Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.

Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. "

" Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi kenapa bebanku begitu berat?"

" Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban. Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?"

" Aku bisa melakukan hal itu?"

Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini.
Semua salib itu berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang yang memikulnya.

" Itu punya Joan, " kataku.

Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal dilingkungan yang nyaman dan memiliki 3 anak perempuan yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus.

Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil Cadillac suaminya kalau mobilnya rusak. "Umm, aku coba punya Joan. Sepertinya hidupnya tenang-tenang saja. Seberat apa beban yang Joan panggul? " pikirku.

Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di pundakku. Aku langsung terjatuh seketika.

"Lepaskan beban ini! " teriakku.

" Apa yang menyebabkan beban ini sangat berat?"

" Lihat ke dalamnya."

Aku membuka ikatan beban itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat gambaran
ibu mertua Joan, dan ketika aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara, "Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu.Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku. .."

Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat gambaran yang lain. Itu adalah Donna, adik terkecil Joan. Kepala Donna dibalut sejak operasi epilepsi yang gagal itu.

Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia kecanduan narkoba, telah dijatuhi hukuman karena membunuh seorang perwira polisi.

" Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat, Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong orang lain. Aku tidak menyadarinya. .. "

" Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan dengan pelan.

Aku mencoba beberapa.

Beban Paula terasa sangat berat juga: Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.

Debra punya juga demikian: masa kecilnya yang dinodai olah penganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.

Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.

" Beban mereka semua sangat berat, Tuhan " kataku..

" Kembalikan bebanku"

Ketika aku mulai memasang bebanku kembali, aku merasa bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
"Mari kita lihat ke dalamnya, " Tuhan berkata.
Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat.
" Itu bukan ide yang baik, " jawabku,
" Mengapa?"
" Karena banyak sampah di dalamnya."
" Biar Aku lihat"
Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku membuka bebanku.
Ia mengambil satu buah batu bata dari dalam bebanku.

" Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."

" Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini.. Tetapi kami tidak memiliki asuransi,
dan ketika anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka ke dokter.
Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian bekas. "

"Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu. ... dan semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah tidak membuat seorang berharga di mataKu. "

Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak laki-laki.!

" Dan yang ini? " tanya Tuhan.

" Andrew..." aku menundukkan kepala, merasa malu untuk menyebut anakku sebagai sebuah beban.

"Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang membalutnya berpikir akulah yang menganiayanya. Aku berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku benar-benar menyakitinya. .. "

" Anak-Ku," Tuhan berkata.

" Jika kau percayakan kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh Kudus, aku akan memberikan engkau kesabaran."

Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.

" Ya, Tuhan.." aku berkata sambil menarik nafas panjang.

" Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku. Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk

pergi ke salon. Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku! "

" Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu. Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar. Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu, kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku. "

Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari sebelumnya.

" Aku pikir aku bisa menghadapinya sekarang, " kataku,

" Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang terakhir." kata Tuhan.

" Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa mengatasinya. "

" Anak-Ku, berikan kepadaKu."

Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan tangan-Nya, dan untuk pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.

"Tuhan....Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh dengan luka!! "

Aku tidak lagi memperhatikan bebanku, aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya..
Dan pada dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam..... tampaknya seseorang telah menekan mahkota duri terlalu dalam ke dagingNya.

"Tuhan, " aku berbisik.

" Apa yang terjadi dengan Engkau?"

Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.

" AnakKu, kau tahu itu.. Berikan kepadaku bebanmu. Itu adalah milikKu.
Aku telah membelinya. "

" Bagaimana?"

" Dengan darah-Ku"

" Tetapi kenapa Tuhan?"

" Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang tak akan punah dengan waktu.
Berikan kepadaKu."

Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu ke tangan-Nya yang terluka.
 
Beban itu penuh dengan kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan, egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku.
 
Kemudian Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.

Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa besarnya.

" Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan selalu bersamamu. Ketika kau berada dalam masalah, panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang. "

" Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu. "

Aku mengambil kembali bebanku.

" Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.
 
Kau lihat beban-beban itu?

Mereka adalah kepunyaan orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu, yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth...
 
Ketika kau meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya bersamamu. Ingat, kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. "

Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai menghilang. Namun, masih kudengar suaraNya berbisik, " Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu. "

 

Apa arti hidup saya?


Apa arti hidup saya?

 

Kita tidak minta untuk dilahirkan, dan kita pun tidak dapat menghindari kematian. Lalu suatu ketika, saat kita meninggal dan bertemu dengan Tuhan yang menciptakan kita, kira-kira Tuhan akan bertanya apa? Apakah Tuhan akan bertanya, "Mengapa kamu tidak menjadi seperti Paus Yohanes Paulus II atau Mother Theresa?", Saya yakin tidak, dan pastinya tidak! Saya berpikir bahwa Tuhan akan bertanya,
"Mengapa kamu tidak menjadi kamu yang seutuhnya?"

Siapa yang tidak ingin 'hidup'? Rupanya banyak orang yang tidak ingin hidup! Apa yang mereka tetapkan adalah sebuah imitasi yang semu dari kehidupan yang nyata. Mereka menghabiskan hidup mereka dengan sia-sia dan melihat tahun-tahun yang telah mereka lewati dengan penyesalan, dan mereka berkata, "Jika saja …" seperti, "Jika saja saya tidak salah mengambil jurusan, … pasti …" atau "jika saja ini, pasti itu tidak akan terjadi!" ya, beberapa alasan serupa yang menanyakan mengapa hidup mereka tidak menjadi kehidupan yang mereka inginkan!

Ada banyak orang dengan mudah menunda kehidupan, namun hal ini bukan berarti mereka tidak ingin hidup. Mereka berkata, "Nanti, kalau papa dan mama sudah sukses …" atau, "Nanti setelah kita melewati masalah ini …" ya, beberapa hal tentang masa depan yang tidak tentu terlihat mengambil alih kehidupan hari ini! Mungkin kita dapat memilih untuk menunda kehidupan sampai keadaan memungkinkan, tetapi itu berarti bahwa setiap hari sampai saat tersebut adalah hari-hari yang hilang di dalam kehidupan itu sendiri!

Ada beberapa orang yang meletakan hidupnya di tangan orang lain. Mereka melakukannya dengan banyak cara. Mereka mengizinkan orang lain mengambil keputusan tentang hidup mereka, orang tua, pasangan hidup, anak-anak kita, teman-teman, pimpinan, bahkan juga musuh kita.

Ada banyak orang juga menyalahkan orang lain untuk hidup yang mereka jalani. Ya, mungkin orang tua kita mengacaukan kita! Sekolah tempat kita belajar memaksa kita untuk mengambil jurusan yang salah! Perusahaan secara curang mengeluarkan kita dari promosi. Itu semua menggambarkan kesalahan dalam mengambil tanggung jawab pada kehidupan.

Beberapa orang menolak untuk hidup karena mereka memiliki ketakutan. Kematian adalah hal yang pasti, namun kehidupan mengandung resiko.

Beberapa orang yang lain menyia-nyiakan kehidupan karena 'gangguan,' dan 'gangguan' tersebut menahan mereka untuk fokus pada hal-hal yang utama, yaitu kehidupan itu sendiri. Mungkin terlihat sibuk dan beraktivitas, namun mereka sedang menyia-nyiakan kehidupan itu sendiri.

Ada beberapa orang yang akhirnya menyerah. Dengan beberapa alasan, mereka memutuskan untuk "tidak hidup!" Mungkin secara penampilan, mereka tetap melakukan aktivitas mereka seperti biasanya, namun diri mereka di dalam mati secara perlahan-lahan. Kegembiraan tidak terpancar, .. tetapi mereka belum berakhir, mereka seperti dikutuk untuk tetap ada di bumi tanpa kehidupan.

Mungkin salah satu menggambarkan kehidupan Anda??

SEBUAH PERTANYAAN: KENAPA SAYA ADA DI SINI?

Jadi kita ingin tahu apa arti hidup?

Kucing tidak merenungkan keberadaan mereka. Demikian juga monyet dan ikan lumba-lumba. Manusia sepertinya secara unik diganggu oleh pencarian akan arti hidup. Apakah ini merupakan salah satu petunjuk tentang arti hidup?

Kita berada di sini, sekarang ini, bukanlah kebetulan belaka! Kita ada di bumi, dan di Indonesia, dan di sini karena sebuah rancangan! Sebuah rancangan menyiratkan Sang Perancang.

Saya percaya bahwa ada Perancang Agung di balik alam semesta, dan juga di belakang kita! Pencarian yang tulus dan terus menerus, akan membawa diri kita kepada Tuhan.

Kita tidak mengarang misi hidup kita, kita harus menemukannya! Ketika kita memahami pandangan ini, hidup akan menjadi sebuah perjalanan untuk menemukan, ¾sebuah petualangan untuk masuk ke dalam ari dan misi dari kehidupan itu!

Inilah yang harus disadari:
1. Hidup memiliki tujuan, entah kita menyadarinya atau tidak!
2. Tuhan sedang bekerja di dalam tujuan hidup kita!
3. Tujuan hidup tidak selalu menjadi misteri, dan kita dapat menemukannya jika kita belajar untuk melihat hidup melalui 'saringan' yang dirancang untuk membantu kita 'menghubungkan titik-titik' dari misi hidup kita.
4. Penemuan tujuan hidup bukanlah proses linear, buku ini bak sebuah teka-teki silang. Di mulai dengan apa yang kita tahu, akan membantu kita menemukan petunjuk selanjutnya.
5. Tujuan hidup tidak statis dalam pengungkapannya dan cara bagaimana kita mengalaminya.
6. Proses menemukan tujuan hidup, bukan tentang menggabungkan satu set kata-kata dan kita menyebutnya (slogan) pernyataan misi hidup. Lebih penting punya misi hidup tanpa diucapkan, dari pada kita mengucapkan slogan tanpa benar-benar memiliki 'jiwa' dari misi itu.


Beberapa Petunjuk:
Kita memiliki beberapa petunjuk yang menunjukan misi hidup atau tujuan hidup. Dan inilah beberapa petunjuk itu:

1. Hasrat (Passion)

Hasrat tidak pernah kehilangan 'seruannya,' tidak masalah berapa besar uang yang kita keluarkan untuk itu. Hasrat dan gairah, membedakan orang dari penampilan luarnya. Orang yang memiliki hasrat akan berbeda dengan mereka yang terlibat di dalam pekerjaan atau aktivitas yang sama namun tanpa hasrat.

Giliran Anda:
1. Apa yang membuat jantung Anda berdegup keras?
2. Hal-hal apa yang membuat Anda merasa 'berenergi'?
3. Hal-hal apa yang menarik perhatianmu?


2. Bakat (Talent)
Bakat akan memberi petunjuk penting untuk misi hidup kita! Perhatikanlah bakat kita dengan sungguh-sungguh, dan itu akan membantu kita menemukan misi hidup kita! Keseimbangan adalah dongeng!! Manusia tidak seimbang, terlebih lagi jika hal itu bicara tentang talenta!
Giliran Anda:
1. Kesuksesan apa yang kita raih akhir-akhir ini?
2. Menurut diri sendiri, Anda cakap di dalam bidang apa?
3. Menurut orang lain, Anda cakap di dalam bidang apa?


3. Kepribadian (Personality)
Kepribadian juga dapat memberi petunjuk penting untuk misi hidup kita!
Contoh:
Apakah Anda pemalu? Mungkin hal itu adalah petunjuk bahwa tujuan hidup kita berada di belakang panggung, bukan di dalam sorotan. Jika kita menikmati ketika membantu orang lain untuk sukses, maka mungkin misi hidup kita ada dalam keterlibatan kita sebagai pelatih atau pengajar.


4. Pengalaman (Experience)
Pengalaman juga merupakan petunjuk penting dalam pencarian misi hidup. Hidup bukanlah koleksi dari kejadian-kejadian acak, kesempatan yang kebetulan, atau kejadian yang saling tidak terhubung.

Kita ada di sini, karena Tuhan ingin kita ada di sini! Dia [Tuhan] ingin kita ada di sini sekarang. Kita juga tidak menentukan kita akan lahir dalam keluarga apa, etnis apa, atau kebudayaan apa. Apa yang kita lihat adalah campur tangan Tuhan yang kreatif dan pimpinan-Nya dalam hidup kita berdasarkan pada pengetahuan-Nya tentang apa yang menanti di depan kita.

Menakjubkan, bahwa kita tidak mengetahuinya ketika kita tidak memperhatikannya!!


Tahta Untuk Sang Putri


 

Seorang ayah, kebetulan pengusaha kaya multi-usaha, menghadapi soal yang amat pelik. Siapakah yang harus dipilihnya menjadi President & CEO menggantikan dirinya memimpin kerajaan bisnisnya yang sudah dibangun susah payah lebih dari setengah abad?

Kini usianya sudah berkepala tujuh dan penyakit-penyakit tua sudah mulai menggerogoti dirinya. Ia tahu sebentar lagi dirinya akan mengikuti jejak nenek-moyangnya menuju lorong hidup manusia fana.

Anaknya tiga orang. Si sulung amat cerdas, meraih MSc. dan MBA luar negeri, ia berselera canggih, senang glamour, ambisius, dan punya pergaulan yang luas di kalangan jet set. Cuma si ayah cukup khawatir karena si sulung ini punya bakat bercumbu dengan bahaya seperti (konon) keluarga Kennedy. Naluri judinya gede, dan niat curangnya pun cukup kuat. Singkatnya, ia cerdas, kreatif, namun lihai dan licin.

Si tengah, lebih hebat lagi. Bergelar PhD. bidang kimia dari universitas beken di Amerika, ia lulus dengan predikat magna cum laude. Papernya bertebaran di jurnal-jurnal internasional. Bangga sekali hati si ayah yang cuma lulus SMP zaman Jepang. Dia dosen dan peneliti. Dan di perusahaan ayahnya dia menjabat sebagai Direktur Riset dan Pengembangan. Tetapi menjadi CEO, ia terlalu akademis.

Kurang cocok dengan bisnis mereka yang kini berspektrum sangat lebar.

Si bungsu, satu-satunya perempuan, cuma lulus S1 dalam negeri.

Meskipun sejak lima tahun terakhir ia bergabung dengan usaha ayahnya sebagai Direktur Grup Konsumer, tetapi ia memulai karirnya di perusahaan asing sebagai wiraniaga (marketing executive). Ia merangkak dari bawah hingga 15 tahun kemudian bisa mencapai posisi General Manager. Otaknya kalah brilian dibanding kedua kakaknya.

Meskipun cenderung hemat berkata-kata, namun ia menunjukkan bakat memimpin yang baik. Ia mampu mendengar dengan intens. Berbagai pendapat dan gagasan bisa diolahnya dengan dalam.

Gaya hidupnya biasa saja. Ia disenangi sekaligus disegani orang karena sikapnya yang fair, jujur, dan mampu merakyat dengan para bawahannya.

Nah, jika Anda adalah konsultan independen, siapakah pilih an Anda menggantikan sang patriarch menjadi President & CEO?

Saya bertaruh, sebagian besar Anda akan menominasikan si bungsu.

Dan si ayah juga demikian. Masalah ini menjadi pelik, karena menurut adat-istiadat, si sulunglah pewaris takhta. Dan, ia sangat berambisi untuk itu. Sedang si bungsu, selain paling buncit, perempuan lagi. Jadi ia kalah status, gelar dan gender.

Bagaimana jalan keluarnya?

Konsultan angkat tangan.

Rujukan buku teks tidak ada. Sang patriarch akhirnya hanya bisa mengandalkan wibawa dan hikmatnya sebagai ayah. Lalu dipanggilnya ketiga anaknya.

Dibentangkannya persoalan secara gamblang.

Diuraikannya plus-minus setiap anaknya. Dianalisisnya kemungkinan sukses masing-masing

memimpin grup usaha itu menuju milenium ketiga.

Dialog pun dimulai.

Dan si ayah segera maklum, dead lock akan terjadi.

"Sudahlah, aku akan memutuskan sendiri siapa penggantiku, " kata orangtua itu akhirnya. Ketiganya takzim menurut.

Seminggu kemudian, si ayah datang dengan sebuah ujian.

"Barangsiapa bisa mengisi ruang ini sepenuh-penuhnya, maka dialah penggantiku, " katanya sambil menunjuk ruang rapat yang cuma terisi empat kursi dan sebuah meja bundar. "Budget maksimum Rp1 juta," tambahnya lagi.

Kesempatan pertama jatuh pada si sulung. Enteng, pikirnya.

Besoknya, dipenuhinya ruangan itu dengan cacahan kertas berkarung-karung. Dan memang ruangan itu menjadi padat.

"Bagus, besok giliranmu," kata si ayah kepada anak keduanya.

Duapuluh empat jam kemudian, ruangan itu pun dipenuhinya dengan butiran styro- foam yang diperolehnya dengan menghancurkan bekas-bekas packaging.

"Oke, besok giliranmu," kata sang patriarch menunjuk putrinya.

Esoknya, ketika acara inspeksi dimulai, ternyata ruangan masih kosong.

"Lho, kok kosong?" tanya ketiganya hampir serempak. Sang putri diam saja. Dimatikannya saklar lampu. Dari sakunya dia keluarkan sebatang lilin. Ditaruhnya di atas meja.

Lalu disulutnya dengan sebatang korek api.

"Lihat, ruangan ini penuh dengan terang. Silahkan dinilai, apakah ada celah kosong tak tersinari," katanya kalem.

Tak terbantah siapa pun, dia dinyatakan menang dan sang putri pun berhak menduduki kursi tertinggi. Problem solved.

Kualitas yang ditunjukkan sang ayah dan putrinya adalah apa yang saya sebut sebagai hikmat. Ciri utama orang berhikmat (wise person) ialah kemampuan memecahkan masalah secara genuine dan memuaskan. Ini selaras dengan Jerry Pino yang merumuskan hikmat sebagai kemampuan membuat the best decision at any given situation.

Pintar, di pihak lain, adalah kemampuan mencerna dan mengolah informasi secara cepat. Ciri-cirinya, rasional, metodik, linier, dan analitik. Kepintaran umumnya diperoleh dengan olah otak sampai botak.

Dari dulu botak memang ciri orang pintar.

Tetapi hikmat (wisdom) tidak hanya memerlukan olah otak tetapi terutama olah hati. Jarang kita sadari, hati kita sebenarnya bisa berpikir. Dalam tradisi literatur kuno, terutama kitab-kitab suci, hati adalah lokasi kebijaksanaan, hikmat dan kepandaian. Lebih spesifik, hati adalah access point kita kepada the higher knowledge, yakni kepada Tuhan sendiri.

"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya."

Sebuah kisah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.

 Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah mengkhianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama.
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.

Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata: "Mari,kita jemput nenek dikampung".
 
 Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku kedadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

 Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek: "Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira". Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa:

"Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga." Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata: "Putriku, kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

 Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan
pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.

 Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik. 

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci,
agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat
dia sudah tidur. Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam> harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis.

 Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba
bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil berkata:

"Kenapa tidak> kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuatmu mati?" Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun> lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di> wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan> mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?> 

Demi menjaga suasana pagi hari agar tidak terganggu, aku selalu membeli makanan
diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Luci, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah> makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata:

"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi". Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu. Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!

 Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek. Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Luci, sebaiknya kamu periksa ke dokter". Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu.
 
Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu? Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat kearahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. 
Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini arakibat sangat buruk? Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. 
 
Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku.

Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.
 
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.
Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung. "Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku..> Sambil menangis aku menjerit dalam hati: "Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.

 Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan> ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil> berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika........ .... dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

 Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau> dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. 
Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

 Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah cafĂ©, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan kearah suamiku dan> segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali kearahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras,setiap detak suara seperti suara menuju kematian. 

 Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku> akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka. Malam itu dia tidak pulang ke> rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar.

 Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua> ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu begitu saja.
 
Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali
melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa
hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai
pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.

 "Suatu hari pulang kerja, aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja, tidak> perlu tanya aku juga tahu surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya: "Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya". Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkatapada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar. Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan
 perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya."Luci, kamu hamil?" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku.
 
Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg mengalir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi". Dia tidak pergi,dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.

 Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.
 
Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pemberian dia, tidak menerima semua hadiah

 pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu keruang tamu,dia terpaksa kembali ke kamar nenek. 
 
Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki? Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. 
 
Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang Perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming.
 
 Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran didunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan,dia mengenggamdengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

 Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.
 Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya……
aku pernahberpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit seperti Saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjizat.
Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi peduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.
 Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…… Sebuah surat ygsangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami. "Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku..
Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan,sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi
ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah. "Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia.

 Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg
paling mencintaimu dan adalah orang yg paling ayah cintai".Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD , SMP, SMA Sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu
oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini,
berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini.Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita.. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya".Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Akumenggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata:
"Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih saying dan hangatnya pelukan ayahnya". Dengan susah payah dia membuka matanya,
tersenyum... ....... anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret

berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata........

Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agarkita semua bisa
menyimak pesan dari cerita ini. Mungkin saat ini air matakalian sedang jatuh
mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlahpesan dari cerita ini: "Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara
kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan
simpan didalam hati".Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan:
Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya
menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.
LUANGKAN WAKTUMU WALAUPUN HANYA SEBENTAR UNTUK BERBICARA KEPADA PASANGAN ANDA, SEMARAH APAPUN ANDA SOLUSI PASTI MASIH ADA… SEMOGA ANDA LEBIH BERUNTUNG Amin..