Wednesday, February 11, 2009

"If I Walk With Thee..."


Salam Kasih

Saya lagi belajar dan selalu belajar dan beriman kepada TUHAN agar saya
bersandar selalu kepadaNYA, semoga pengalaman ini yang saya dapat email dari
rekan saya bisa menambah semangat kita untuk selalu bergantung dan bersandar
kepada TUHAN

Kesaksian "If I Walk With Thee..."
dari Diana, Jakarta .

Sejak di PHK dari perusahaan asing tempat saya bekerja,saya mencari nafkah
dengan menjadi guru bhs Inggris di rumah.Murid saya dari bermacam-macam
latar belakang,
ada anak SMU, mahasiswa bahkan karyawan. Salah satu murid saya, namanya
Daniel.Dia termasuk anak yang tidak pandai.Nilainya selalu paling jelek.
Tetapi dia anak yang rajin, tidak pernah putus asa.Kehidupan rohaninya pun
cukup baik, dia rajin ke gereja dan rajin berdoa. Daniel belajar bhs Inggris
karena
dia ingin sekali bekerja di luar negeri.Walapun sebetulnya keluarganya sudah
menganggap dia gila, karena keluarganya tahu bahwa dia bukan seorang anak
yang pandai...

Dan untuk bekerja diluar negeri pada perusahaan yang akan dilamar oleh
Daniel, standar Bahasa Inggrisnya harus Excellent. Jadi keluarganya selalu
menyuruhnya untuk melupakan impiannya dan menyuruhnya bekerja di Indonesia
saja. Apalagi biaya yg harus dikeluarkan oleh keluarganya lumayan besar
untuk membiayai keberangkatannya.Tetapi Daniel tetap berusaha keras dengan
belajar dan
berdoa. Kalau pada anak normal 3-5 bulan saya mengajar sudah terlihat
kemajuannya, ibaratnya seekor burung, maka sudah bisa berkicau walaupun
belum sempurna.Tapi Daniel ini,
sudah 3-5 bulan kondisinya tetap saja "bisu,"tidak ada satu katapun
yang
bisa dia katakan, yang membuat saya sukacita.

Saya tetap dengan sabar mengajar dia, tapi sesudah 7 bulan tidak ada
kemajuan yang berarti saya akhirnya mulai putus asa. Saya mencoba berbicara
dengan dia dari hati ke
hati.Maksud saya supaya dia melupakan impiannya untuk bekerja di luar negeri
karena kemampuannya belajar bhs Inggris sangat kurang, dan saya juga akan
meminta dia
untuk berhenti les dari saya, karena saya sungguh2 sudah putus asa.Saya kan
juga tidak mau dibilang menerima uang les dengan cuma2 tanpa ada kemajuan
dari sang murid.
Setelah saya utarakan semua uneg2 saya, saya melihat raut muka Daniel yang
sedih, saya pun sedih... bagaimana tidak, 7 bulan sudah menjadi murid saya
dan saya minta dia
untuk berhenti belajar karena saya putus asa... Tetapi jawaban Daniel
sungguh "menampar" iman kepercayaan saya sebagai seorang Katolik yang

percaya dan bergantung
pada Yesus.Daniel berkata: "Ibu, kalau saya berjalan dengan Tuhan, saya
percaya saya akan mendapatkan pekerjaan ini". Saya sungguh malu, bagaimana

tidak... Daniel seorang
muda dan sudah mempunyai keyakinan iman yang menakjubkan.Saya berkata:
"OK,
you can join my class again if you can say that words once again in a good
English!"(baiklah,kamu boleh belajar lagi sama saya kalau kamu bisa
mengatakan sekali lagi perkataanmu tadi dalam Bahasa Inggris yang baik)
ini dengan maksud bahwa kalau dia tidak bisa mengatakan dengan baik, maka
saya mempunyai alasan untuk menyuruh
dia berhenti belajar (dasar saya sudah putus asa).Tapi tidak saya sangka
Daniel mengulangi perkataannya dengan bhs Inggris sempurna: "Mam, if I
walk
with Thee,I believe that I can get this job."

Rupanya perkataan ini selalu diulang2 Daniel untuk membangkitkan iman dia
pada saat dia sendiri putus asa...(makanya pada waktu saya minta dia
mengatakannya dlm Bahasa Inggris dengan lancar dia berkata... jadi bukan
karena dia pintar, tetapi karena dia sudah hafal...) Maka tidak ada alasan
bagi saya untuk tidak mengajarnya lagi, setelah belajar selama 12 bulan,
tibalah waktunya Daniel untuk
maju interview di perusahaan asing tempat dia melamar.Saya sebetulnya tahu
bahwa Bahasa Inggrisnya belum sempurna sekali dan masih dibawah standar yang
ditentukan oleh perusahaan, tapi kemauan dan iman dia bahwa dia akan
ditolong Tuhan membuat saya pun bisa melepas dia interview dengan hati
besar.

Pada hari dia interview saya berdoa terus, saya mohon kepada Tuhan agar
Tuhan tidak mengecewakan Daniel yang sungguh bergantung pada Tuhan.  Siang
jam 2, Daniel telfon saya dan mengatakan dia LULUS. Puji Tuhan!! Saya
menangis terharu, saya merasa pasti bahwa tangan Tuhan yang sudah menolong
Daniel, bukan karena saya guru yang hebat, atau bukan karena kemampuan
Daniel berbahasa Inggris. Tapi betul2 karena tangan Tuhan... Saya minta dia
datang ke saya dan menceritakan semuanya secara detail. Ternyata si
interviewer, yaitu orang asing yang seharusnya menginterview Daniel pada
hari itu tidak ada, karena harus pulang kampung ke London karena ibunya
meninggal, dan penggantinya adalah orang Indonesia yang nama keluarganya
atau marganya sama dengan Daniel... yaitu
"Sianturi." Jadilah interview itu bukan bhs Inggris full... tapi
seperti
ngobrol ngalor ngidul campur2 Bahasa Inggris dan Batak...

Saya PERCAYA bahwa ini bukan suatu KEBETULAN, yaitu KEBETULAN orang asingnya
harus pulang kampung; dan KEBETULAN penggantinya "saudara sekampung"
Daniel...TAPIINI SUNGGUH MUJIZAT TUHAN.... Akhirnya, tentu saja Daniel lulus
interview dan sekarang dia sudah bekerja di Miami . Setiap kali telepon
saya, Daniel selalu saya ingatkan bahwa dia mendapatkan
pekerjaan ini hanya karena kebaikan Tuhan.... bukan karena
kehebatan dia.... (karena dia memang bukan anak yang pandai) dan
juga bukan karena kebetulan. Daniel menyadari itu dan ia selalu berkata:
"Don' t worry Mam, I always walk with Thee..."

"Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya, dan Ia akan
bertindak." Mazmur 37:5

Semoga ini bisa menjadi berkat bagi kita semua


Guru Sozuaon
Seseorang yang terus belajar untuk bersandar kepada TUHAN

Kesaksian Yang sungguh Indah

Kesaksian

Malaikat Kecil Telah Menyelesaikan Tugasnya 

Kisah nyata tentang kehidupan gadis kecil yang bernama Olivia

________________________________________________________________________

Pengantar Redaksi: Dalam terbitan Warta RC minggu lalu dimuat suatu ucapan belasungkawa atas berpulangnya Olivia Laurencia, 10 tahun, keponakan dari Jelly Lim,  anggota Dewan Paroki Regina Caeli.. Banyak Warga RC yang menyempatkan diri melayat di rumah duka ikut menitikkan air mata tapi sekaligus diteguhkan iman mereka mendengar  kisah hidup Olivia  yang berjuang melawan penyakitnya sejak usia satu setengah tahun. Berikut adalah kesaksian yang ditulis oleh salah seorang kerabatnya.. Semoga kesaksian ini membawa kita pada permenungan yang mendalam tentang makna hidup kita masing-masing.

______________________________________________________________________________________

       Tiga Juli 1999, tangis bayi memecah kesunyian. Sang bayi mungil lahir ke dunia membawa kebahagiaan bagi pasangan Jimmy dan Aiwan. Kulit putih kemerah-merahan, mata yang sungguh indah, bahkan ia memiliki bobot tubuh yang cukup besar dibandingkan ukuran normal bayi yang baru lahir. Semua orang yang melihat memuji sang bayi cantik yang kemudian diberi nama Olivia Laurencia dengan nama kecil Ping Ping ini. Yah, ini adalah mahakarya yang sungguh indah dari Tuhan bagi keluarga muda itu.

       Sang bayi mungil tumbuh cepat dan makin cantik dari waktu ke waktu. Babak baru kehidupannya dimulai ketika umur satu setengah tahun. Saat anggota keluarga yang lain melihat adanya kelainan penglihatan pada Oliv kecil, segera mereka memeriksakannya ke dokter. Bagaikan disambar petir mereka harus menerima kenyataan bahwa Olivia divonis menderita kanker mata, atau istilah kedokterannya penyakit Retina Blastoma. "Biasanya untuk penyakit begini umurnya paling sekitar 2 tahun lagi," demikian kata sang dokter yang terus terngiang-ngiang di ingatan orangtuanya.

Bergelut dengan Pengobatan

      Berbagai pengobatan mulai dijalani, bahkan pengobatan sampai ke luar negeri. Dokter menyarankan agar bola mata kiri yang terkena kanker segera diangkat. Namun sang papa bersikeras untuk tidak mengambil jalan itu. "Dia seorang anak gadis, bagaimana dia menghadapi hidupnya kelak dengan mata palsunya. Jalan ini juga tidak bisa menjamin 100% sel kanker itu hilang begitu saja. Mata dia sungguh indah, semua orang juga mengakuinya," berontak sang papa. Akhirnya dipakailah cara kemotherapy untuk mematikan sel-sel kanker yang telah tumbuh itu. Saat sang putri kesayangan teriak menahan sakit yang dideritanya, sang papa tidak kuat menerima kenyataan itu bahkan ia membenturkan kepalanya sendiri ke dinding.

     

      Menurut pengakuannya meski sudah dibaptis dan menjadi pengikut Kristus, Jimmy dan Aiwan belum menjadi pengikut Kristus yang sesungguhnya. Untuk pergi ke gereja pun kadang masih agak ogah-ogahan. Tepatnya hanya menjadi umat yang biasa-biasa saja. Dalam mimpinya suatu malam Jimmy didatangi oleh malaikat yang membawa sebuah maklumat berisi hanya satu kata 'BAPTIS'. Setelah menceritakan kepada saudaranya, saudaranya itu memberikan masukan "baptis berarti kamu mesti bertobat!". Sambil tetap menjalani pengobatan, kondisi Olivia mengantar papa dan mamanya lebih rajin dalam berdoa dan mengikuti persekutuan. Mereka lebih berpasrah dan menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak Bapa. Mereka bertumbuh dalam iman di tengah penyakit yang diderita Olivia.

      

      Di sela-sela kesibukan mengurusi pengobatan Olivia, Allah mendatangkan penghibur di keluarga ini. Seorang anak pemberian Tuhan hadir di tengah mereka. Sang adik kecil itu kemudian diberi nama Yohanes Natanael. Setidaknya ini adalah suatu penghiburan di tengah kesedihan mereka.         

    

     Olivia sempat menjalani dua kali kemotherapy yang membuat kondisi fisiknya drop. Saat ia drop dan trombosit dalam tubuhnya turun, sang papa dan pamannya dengan kondisi was-was musti siap mengantri sepanjang hari untuk mendapatkan bantuan darah di PMI. Demikian sepanjang hidupnya Olivia menjalani pengobatan. Biasanya setelah therapy ia mengalami kerontokan rambut hingga botak sama sekali. Dengan fisik yang demikian Olivia tidak pernah merasa rendah diri. Ia tetap menjadi anak yang periang. Bahkan di sekolah ia termasuk salah satu murid yang memiliki prestasi yang cemerlang. Seluruh keluarga besar sangat menyayangi dan memberi perhatian penuh kepadanya. Saat ilmu kedokteran sudah angkat tangan dan hanya memberikan harapan kosong atas kesembuhannya, seluruh keluarga tidak berputus asa. Berbagai pengobatan alternatif dijalani. Pantangan-pantangan makanan selalu dituruti oleh gadis kecil ini. Obat-obatan dari berbagai bentuk dan rasa yang sungguh merusak indra pengecapan juga dilahap dengan pasrah.

Membawa kepada Kristus

       Dalam kondisi demikian, Oliv kecil sungguh bergantung pada Tuhan Yesus. Setiap pagi saat jam dinding baru menunjukkan pukul 04.00, jam weker Olivia membangunkan orangtuanya untuk mengajak doa pagi. Ketika melihat papanya bersedih hati, Olivia selalu berujar "Smile". Dengan polosnya Olivia berujar dan mengajarkan papanya "Dalam masalah apa pun kita harus selalu smile." Imannya kepada Yesus itu membuat ia boleh dibilang tak pernah mengeluh soal penyakit yang dideritanya. Ia bahkan tak pernah menangis karena penyakit itu.

     

       Iman Olivia ini menghantarkan sang kakek, nenek, om, tante yang belum mengenal Kristus menjadi orang-orang percaya. Ketegaran Olivia membuat mereka semua merasakan bahwa Yesus sungguh ada bersama Olivia. Hal itu pula yang kemudian mendorong keluarga besarnya semakin berpasrah pada Yesus. Bahkan mereka kemudian terjun aktif dalam kegiatan rohani di lingkungannya. Sungguh inilah karya besar yang ditinggalkannya.

     

       Bulan-bulan terakhir menjelang ajalnya ia menunjukkan kasihnya yang luar biasa kepada keluarganya, terutama kepada adik kecilnya. Ia berujar kepada sang mama "Kan Oliv mau jadi peri yang baik hati". Natal dan malam Tahun Baru 31 Desember 2008, meskipun menahan sakit kepala yang belakangan selalu menyerangnya, ia berusaha tetap ceria. Saat acara tukar kado bersama jemaat Gereja, ia juga masih selalu bercanda dengan semua orang. Beberapa hari kemudian, 4 Januari 2009, saat sakit kepala yang semakin parah dan disertai dengan muntah-muntah, keluarga memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Semakin lama kondisi fisiknya semakin parah. Tubuhnya bahkan sudah sulit untuk menerima asupan makanan. Hal yang ditakutkan pun terjadi. Hasil MRI menunjukkan sel kanker yang sudah membutakan mata kirinya telah menjalar sampai ke otak bahkan ke seluruh tubuhnya.

"Terimakasih Tuhan Yesus"

      

        Setiap hari ia hanya bisa terbaring lemas dan tertidur. Saat ia terbangun, kesakitan yang sungguh luar biasa dialaminya. Ia hanya bisa berteriak, "Aduh sakit, sakit sekali Tuhan…".  Sang mama yang tidak kuat melihat penderitaan putrinya mengatakan, "Kalau sakit sekali, menangis saja Oliv," tapi anak ini sungguh kuat. Dia tidak pernah mau menangisi kesakitannya. Orang tuanya kembali dikuatkan dan diajarkan untuk tetap tegar dalam segala masalah, walaupun itu tidak mengenakkan. Kesakitannya semakin memuncak, bahkan obat penahan sakit yang diberikan dokter sudah tidak bisa menghilangkan rasa sakit itu. Dua malam menjelang ajalnya, Oliv yang bulan Juli mendatang genap berumur 10 tahun berdoa penuh iman. "Terima kasih Tuhan atas kasih karuniaMu, Oliv percaya Oliv sudah sembuh, Oliv sudah dipulihkan. Tidak ada satu penyakit apa pun di badan Oliv, dari ujung rambut sampai ujung kaki Oliv, karena sudah Engkau tebus di kayu salib. Tuhan berkati Oliv, Tuhan ampuni semua dosa Oliv, terima kasih Tuhan, Haleluya, Amin..." Sebuah doa yang sungguh indah dan penuh makna. Doa seorang anak yang sungguh mencintai dan mengimani Yesus.

      

        Saat malam terakhir ia bahkan sempat meminta sang papa yang memang sangat dekat dengannya untuk memeluk, menurunkannya dari ranjang pasien dan memangkunya. Dia meminta kepada semua orang dan keluarga yang mengunjunginya untuk senantiasa  berdoa dan mendoakannya sepanjang malam itu. Detik-detik maut semakin mendekatinya. Dalam kesakitan yang sudah tidak tertahan, kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya "Sakit sekali ya Tuhan, Oliv sudah tidak tahan lagi…" kemudian kepalanya jatuh terkulai sambil berucap "Trima kasih Tuhan Yesus" . Kemudian ia sudah tidak sadarkan diri, tubuhnya mulai kejang-kejang. Saat sang papa membisikkan ke telinganya "Papa merelakan Oliv pergi, karena papa percaya di surga penuh damai sejahtera dari pada di dunia dengan menanggung penderitaan. Saat Oliv bertemu dengan Yesus dan Yesus ingin memegang tangan Oliv, segeralah sambut tangan-Nya. Selamat jalan Oliv kami semua merelakan Oliv..."  Dalam kondisi yang sudah 'koma' Olivia meneteskan airmata.

      

        Sesaat setelah itu, bergantian istri pendeta memegang tangan Oliv sambil membisikkan di telinganya, "Kalau Oliv sudah bertemu Tuhan Yesus, Oliv genggam kencang tangan tante yah.." Dalam keadaan 'koma' itu ia benar2 menggenggam tangan itu dan tak lama kemudian Oliv kecil pun pergi untuk selamanya dengan perlahan, tenang dan damai. Dua belas Januari 2009, pukul 15.45.

Tugasnya sudah selesai

       Kedua orang tuanya tentu sedih dengan kepergiannya. Tapi mereka mengimani bahwa Olivia sudah bahagia di surga selamanya. Mereka berusaha menahan tetesan airmata dan merelakan kepergiannya. Mereka berusaha meneladani apa yang selalu dikatakan Olivia selama hidupnya, bahwa "Segala sesuatu ada waktunya; selalu tersenyumlah dalam segala hal; tetap kuat dan tegar dalam pergumulan;  berserah dirilah kepada Tuhan Yesus, karena Dia akan memberikan jalan terbaik dan selalu mengasihi kita".

      

        Jasadnya sudah terbaring kaku, tapi ia terlihat seperti hanya tertidur. Semua pelayat yang melihat, memuji Olivia bagaikan peri kecil cantik yang tertidur pulas. Wajah dan kulitnya putih bersih. Bibir kecilnya menyunggingkan senyum kecil bahagia. Salah satu mata yang tadinya agak cekung karena sel kanker sudah menggerogoti dan membutakan mata kirinya bahkan terlihat normal kembali. Ia benar-benar seperti tertidur. Semua mengimani, saat ajal menjemputnya Tuhan terlebih dahulu memulihkan fisiknya. Keluarga besarnya juga mengimani bahwa Olivia adalah penolong yang diberikan Tuhan di tengah-tengah keluarga mereka. Melalui sakit yang dideritanya satu persatu anggota keluarga besarnya bertobat dan menerima Kristus. Tugas malaikat kecil ini sudah selesai, maka ia kembali dipanggil Bapa ke surga.

      

        Bahkan saat pemakamannya, di tengah-tengah cuaca yang sepanjang hari dipenuhi hujan deras, ketika kebaktian pamakaman dimulai, dan ketika sang pemimpin Ibadat menyerukan "Semoga prosesi pemakaman ini diliputi dengan cuaca cerah… Tuhan, walaupun kami tidak dapat melihat dengan mata kami tapi kami yakin Tuhan hadir di tempat ini," detik itu juga, gemuruh guntur berbunyi seakan langit menjawab. Dan hujan yang sepanjang hari menyelimuti bumi, seketika berhenti. Semua yang menghantar ke pemakaman ini dengan tertegun berujar dalam hati, "Sungguh ia benar-benar dikasihi Tuhan".

      

        Segalanya berjalan lancar, kepergian sang malaikat kecil bahkan didoakan dan dihantar oleh beratus-ratus pelayat.. Walaupun Olivia sudah tidak ada di dunia, tapi karyanya dalam dunia sungguh selalu akan dikenang. Karena bukan diukur dari berapa lama kita tinggal di dunia, tetapi seberapa berartinya hidup yang kita jalani.

      

        Selamat jalan Olivia, doa kami menyertaimu selalu. Dan kami percaya, engkau juga senantiasa mendoakan kami dari sana. (sanz)

       

 

 

 



HANYA SEBUAH BELOKAN

Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan
Allah dari awal sampai akhir. (Pengkhotbah 3:11)

Seorang petani mempunyai seekor kuda jantan yang sangat disayanginya.
Setiap hari, dengan telaten ia merawat kuda itu. Suatu kali kuda itu
kabur. Para tetangga datang menyampaikan rasa simpati atas kehilangan
yang dialami si petani. Sebulan kemudian kuda itu balik lagi disertai
serombongan kuda liar dari gunung. Rupanya kuda itu lari ke hutan.
Dan, ketika kembali ia diikuti oleh teman-temannya. Para tetangga
datang memberi ucapan selamat karena kini ia memiliki banyak kuda.

Suatu hari anak laki-laki si petani berusaha mengendarai salah seekor
kuda liar itu. Entah bagaimana ia terjatuh. Kakinya terinjak oleh si
kuda liar hingga patah. Akibatnya ia menjadi lumpuh. Para tetangga
datang lagi menyatakan rasa simpati. Satu tahun berselang terjadilah
perang. Semua pemuda harus berangkat ke medan perang. Hanya anak
laki-laki si petani yang dibebaskan untuk tidak ikut berperang karena
ia lumpuh. Dan ia satu-satunya pemuda yang selamat dari desa itu.

Di balik musibah kerap tersimpan berkat. Sebaliknya, di balik berkat
tidak jarang tersembunyi kesusahan. Maka penting sekali untuk kita
selalu mawas diri. Jangan kecil hati ketika tertimpa musibah, sebab
dari situ bisa saja kita menuai kebahagiaan. Tetapi juga tidak lupa
diri saat bergelimang berkat, sebab bisa saja kemudian kita mengalami
kesusahan. Apa yang tampaknya seperti "ujung jalan" kerap hanya
sebuah "belokan", masih ada kelanjutannya. Seperti kata Pengkhotbah,
untuk segala sesuatu di dunia ini ada waktunya; waktu suka waktu
duka, waktu manis waktu pahit. Kita tidak bisa menyelami sepenuhnya
pekerjaan Tuhan -AYA

APABILA DUKA MENIMPA INGAT SAAT SUKA
SUPAYA TIDAK KECIL HATI.
APAILA SUKA MENGHAMPIRI INGAT SAAT DUKA
SUPAYA TIDAK LUPA DIRI