Monday, October 06, 2014

"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik,teranglah seluruh tubuhmu" (Matthew 6:22).
  Di dinding bekas tempat kamp konsentrasi tentara Nazi tergores
  tulisan berikut ini:
  Aku percaya akan matahari, meski ia tak sedang bersinar
  Aku percaya akan kasih, meski di saat ia tak sedang diperagakan
  Aku percaya akan Tuhan, meski di kala Dia sedang tak berbicara


  Mengharukan. Sekaligus menguatkan. Menyingkapkan pergumulan iman
  yang sukar dan berat, namun teguh. Si penulis melakukan pilihan yang
  berat, namun benar. Ia memilih untuk melihat yang tak terlihat.
  Itulah iman. Bagaimana dengan Anda? Kala duka melanda, mata Anda
  sedang memandang ke mana: lukamu atau Tuhanmu, Sang Penyembuh luka
  itu? --Pipi A Dhali

                  IMAN MELAMPAUI MATA JASMANI KITA,
                MENGARAHKAN PANDANGAN PADA YANG KEKAL.

DESA POTEMKIN

  Pada 1787 di Rusia, Gubernur Gregory Potemkin mendapatkan tugas
  untuk membangun kembali wilayah yang hancur karena peperangan dan
  mengembalikan orang Rusia untuk tinggal di sana. Ketika Rusia hendak
  berperang melawan Kesultanan Ottoman, Ratu Catherine II dan para
  pejabat mengunjungi wilayah Potemkin. Untuk memberi kesan bahwa
  wilayah itu sudah sukses dibangun kembali, Potemkin membangun "desa"
  palsu di sepanjang Sungai Dnieper. Ia juga menyamar menjadi petani
  yang tinggal di situ. Ketika rombongan Ratu sudah pergi, "desa" tadi
  dibongkar kembali dalam waktu semalam.

  Pada masa kini, bisa saja kita melakukan hal yang sama:
  menyembunyikan kebusukan hati dengan cara melakukan beragam kebaikan
  yang kasat mata,Padahal, hati mereka penuh kemunafikan dan kedurjanaan.

  Dengan demikian, segala perbuatan baik tadi   menjadi seperti Desa Potemkin
  Yang digunakan untuk     menutupi   ketidakberesan.
  Sebagai orang percaya, kita sepatutnya melakukan
  segala kebaikan yang dilihat orang tanpa melupakan pentingnya
  menjaga kemurnian hati. --Theofilus Yuli S

        KEBAIKAN SEJATI SELALU DISERTAI DENGAN KEMURNIAN HATI.