Thursday, January 29, 2009

Benih Ara dan Batu


Alkisah pada suatu saat di sebuah negeri di timur tengah sana .
Seorang saudagar yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan
bersama kafilahnya. Di antara debu dan bebatuan, derik kereta
diselingi dengus kuda terdengar bergantian. Sesekali terdengar
lecutan cambuk sais di udara.

Tepat di tengah rombongan itu tampaklah pria berjanggut, berkain
panjang dan bersorban ditemani seorang anak usia belasan tahun. Kedua
berpakaian indah menawan.

Dialah sang Saudagar bersama anak semata wayangnya. Mereka duduk pada
sebuah kereta yang mewah berhiaskan kayu gofir dan permata yaspis.
Semerbak harum bau mur tersebar di mana-mana. Sungguh kereta yang
mahal. Iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu
berjalan perlahan, dalam kawalan ketat para pengawal. Rombongan itu
bergerak terus hingga pada suatu saat mereka di sebuah tanah lapang
berpasir.

Bebatuan tampak diletakkan teratur di beberapa tempat. Pemandangan
ini menarik bagi sang anak sehingga ia merasa perlu untuk bertanya
pada ayahnya.

"Bapa, mengapa tampak olehku bebatuan dengan teratur di sekitar
daerah ini. Apakah gerangan semua itu ?"

"Baik pengamatanmu, anakku," jawab Ayahnya, "bagi orang biasa itu
hanyalah batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu
akan tampak berbeda".

"Apakah yang dilihat oleh kaum cerdik cendikia itu, Bapa?, tanya
anaknya kembali.

"Mereka akan melihat itu sebagai mutiara hikmat yang tersebar, memang
hikmat berseru-seru di pinggir jalan, mengundang orang untuk singgah,
tetapi sedikit dari kita yang menggubris ajakan itu."

"Apakah Bapa akan menjelaskan perkara itu padaku?"

"Tentu buah hatiku", sahut Sang Saudagar sambil mengelus kepala
anaknya.

"Dahulu, ketika aku masih belia, hal inipun menjadi pertanyaan di
hatiku. Dan kakekmu, menerangkan perkara yang sama, seperti saat ini
aku menjelaskan kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan seksama. Di
balik batu itu ada sebuah kehidupan. Masing-masing batu yang tampak
olehmu sebenarnya sedang menindih sebuah biji pohon ara."

"Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar
itu Bapa?"

"Tidak anakku. Sepintas lalu memang batu itu tampak sebagai beban
yang akan mematikan benih pohon ara. Tetapi justru batu yang besar
itulah yang membuat pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan
berkembang sebesar yang kau lihat di tepi jalan kemarin."

"Bilakah hal itu terjadi bapa?"

"Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih
benih pohon ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi
terhadap hembusan angin dan dari mata segala hewan. Sampai beberapa
waktu kemudian benih itu akan berakar, semakin banyak dan semakin
kuat. Walau tidak tampak kehidupan di atas permukaannya, tetapi di
bawah, akarnya terus menjalar.

Setelah dirasa cukup barulah tunasnya akan muncul perlahan. Pohon ara
itu akan tumbuh semakin besar dan kuat hingga akhirnya akan sanggup
menggulingkan batu yang menindihnya.

Demikianlah pohon ara itu hidup. Dan hampir di setiap pohon ara akan
kau temui, sebuah batu, seolah menjadi peringatan bahwa batu yang
pernah menindih benih pohon ara itu tidak akan membinasakannya.
Selanjutnya benih itu menjadi pohon besar yang mampu menaungi segala
mahluk yang berlindung dari terik matahari yang membakar."

"Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa?" tanya anaknya.

Sang Saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kemudian
meneruskan penjelasannya.

"Benar anakku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu,
merasakan terhimpit suatu beban yang sangat berat ingatlah pelajaran
tentang batu dan pohon ara itu. Segala kesulitan yang menindihmu,
sebenarnya merupakan sebuah kesempatan bagimu untuk berakar, semakin
kuat, bertumbuh dan akhirnya tampil sebagai pemenang.

Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon ara yang tertindih
mati oleh bebatuan itu, Jadi jika benih pohon ara yang demikian kecil
saja diberikan kekuatan oleh Tuhan untuk dapat menyingkirkan batu di
atasnya, bagaimana dengan kita ini.

Dan Tuhan bahkan sudah menanamkan keilahian-Nya pada diri-diri kita.
Dan menjadikan kita, manusia ini jauh melebihi segala mahluk di muka
bumi ini.