|
Monday, February 15, 2010
Bertahan Hingga Menang
Ketika kamu mulai mencela
Dua wartawan perang, ditangkap oleh sekelompok gerilyawan. Lantas, mereka dibawa oleh kawanan gerilyawan itu bersembunyi dan masuk ke dalam hutan rimba belantara. Selama ditawan, mereka sebenarnya diperlakukan dengan baik. Para kawanan gerilyawan pun tidak punya niat untuk mencelakakan mereka. Para tawanan ini hanya akan dipakai untuk menekan pihak pemerinta yang tidak mau berunding. Tidak ada niat sedikit pun mencelakakan mereka. Namun, setelah dikepung berhari-hari oleh tentara pemerintah, akhirnya pihak kawanan gerilyawan pun memutuskan untuk menyerah. Mereka ditangkap, dan begitu pula kedua wartawan inipun diselamatkan oleh tentara pemerintah dan dibawa pulang. Akhirnya, kedua wartawan ini pun kemudian dipulang ke negara mereka masing-masing. Lalu, di negara asalnya, wartawan yang satu, mengungkapkan kesannya yang penuh dengan celaan serta kejengkelan selama ia ditawan. Menurutnya, "Kami harus masuk ke jalan-jalan di hutan yang buruk! Nyamuknya banyak! Hidup dari buah-buah dan berburu binatang di hutan! Tidur dengan sangat tidak nyenyak." Pokoknya, isinya hanya penuh keluh kesah. Sementara itu, wartawan yang lainnya mengungkapkan catatan hariannya yang isinya sama sekali berbeda. Menurutnya catatannya, "Betul-betul perjalanan yang menantang. Hidup terasa lebih hidup. Saya merasa seperti menjalani kehidupan seperti jaman dahulu. Berburu binatang di hutan untuk hidup. Tidur di alam terbuka. Belajar bertahan hidup dengan apa yang tersedia di hutan. Sungguh pengalaman yang mendebarkan! " Ketika tulisan pengalaman kedua wartawan ini akhirnya dimuat di koran mereka masing-masing, tampaklah betapa berbedanya kedua wartawan ini melihat pengalaman mereka, dengan kaca mata mereka masing-masing. Pertanyaannya, kalau begitu, siapa diantara kedua wartawan ini yang benar? Pesan Moral: Ketika kamu mulai mencela, kamu kehilangan kesempatan untuk melihat sesuatu yang indah (Anthony Dio Martin) |
Tempat yang Tidak Tergantikan
Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi,sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anak saya. Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya. Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja. Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat: "Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak ingin anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya. Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal.... Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu..... Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis.. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini musim dingin, dan hari Natal telah tiba. Semangat Natal ada dimana-mana juga di hati setiap orang yg lalu lalang... Lagu-lagu Natal terdengar diseluruh pelosok jalan .... tapi astaga, anakku membuat masalah lagi. Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya? Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk mommy......". Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. .... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?" Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur...... 'Mommy sayang', Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya. Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis dikamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu. Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya .... Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya. Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu. Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya.
|
Perception
Washington, DC Metro Station on a cold January morning in 2007. The man with a violin played six Bach pieces for about 45 minutes. During that time approx. 2 thousand people went through the station, most of them on their way to work. After 3 minutes a middle aged man noticed there was a musician playing. He slowed his pace and stopped for a few seconds and then hurried to meet his schedule. ( Stasiun Metro , Washington DC , di bulan Januari yang dingin 2007. Seorang lelaki dengan biolanya, memainkan 6 lagu Bach +/- 45 menit. Dalam kurun waktu itu, sekitar 2rb orang lewat di stasiun, sebagian besar dalam perjalanan menuju tempat kerja. Setelah 3 menit, seorang lelaki paruh baya tahu bahwa ada seorang musikus yang sedang bermain. Dia memperlambat kecepatan jalannya dan berhenti selama beberapa detik, kemudian cepat-cepat pergi supaya tidak terlambat.) 4 minutes later: (4 menit kemudian) the violinist received his first dollar: a woman threw the money in the hat and, without stopping, continued to walk.. (pemain biola tersebut menerima dollar pertamanya: seorang wanita melemparkannya ke dalam topi tanpa berhenti sambil berjalan.) 6 minutes: (6 menit kemudian) A young man leaned against the wall to listen to him, then looked at his watch and started to walk again. (seorang pemuda bersandar di tembok untuk mendengarkan, kemudian melihat jamnya dan mulai berjalan lagi) 10 minutes: (10 menit kemudian) A 3-year old boy stopped but his mother tugged him along hurriedly. The kid stopped to look at the violinist again, but the mother pushed hard and the child continued to walk, turning his head all the time. This action was repeated by several other children. Every parent, without exception, forced their children to move on quickly.. ( seorang anak kecil usia 3 tahun berhenti, tetapi mamanya cepat-cepat menariknya. Si anak berhenti dan melihat pemain biola lagi, tetapi mamanya mendorongnya untuk tetap berjalan sambil kepalanya tetap menengok untuk beberapa kali.. Ini juga terjadi sama dengan anak-anak lainnya yang oleh ortunya dipaksa untuk tetap berjalan cepat) 45 minutes: (45 menit kemudian) The musician played continuously. Only 6 people stopped and listened for a short while. About 20 gave money but continued to walk at their normal pace. The man collected a total of $32. (pemain biola tersebut bermain terus. Hanya 6 orang berhenti dan mendengarkan sejenak. Sekitar 20 orang memberi uang dan terus berjalan. Total uang 32 dollar) 1 hour: (1 jam kemudian) He finished playing and silence took over. No one noticed. No one applauded, nor was there any recognition. (Pemain biola selesai bermain dan pergi diam-diam. Tak seorangpun memperhatikan. Tak ada tepuk tangan penghargaan juga tak ada yang mengenalinya) No one knew this, but the violinist was Joshua Bell, one of the greatest musicians in the world. He played one of the most intricate pieces ever written, with a violin worth $3.5 million dollars. Two days before Joshua Bell sold out a theater in Boston where the seats averaged $100. (Tak ada yang tahu bahwa pemain biola tersebut adalah Joshua Bell, salah satu musikus besar tingkat dunia. Dia sudah memainkan salah satu karya yang rumit dengan biola seharga 3,5 juta dollar. Dua hari sebelumnya, tiket konser Joshua Bell di Boston teater terjual habis dimana harga tiket sekitar 100 dollar) This is a true story. Joshua Bell playing incognito in the metro station was organized by the Washington Post as part of a social experiment about perception, taste and people's priorities. The questions raised: in a common place environment at an inappropriate hour, do we perceive beauty? Do we stop to appreciate it? Do we recognize talent in an unexpected context? (Ini benar2 terjadi. Joshua Bell memainkan incognito di stasiun Metro dalam acara yang diorganisasi surat kabar the washington post untuk survey mengenai persepsi, citarasa dan prioritas masyarakat. Apakah kita mengenali talenta pada situasi yang tak terduga?) One possible conclusion reached from this experiment could be this: If we do not have a moment to stop and listen to one of the best musicians in the world, playing some of the finest music ever written, with one of the most beautiful instruments ever made.... How many other things are we missing? (satu kesimpulan yang diperoleh: Jika kita tidak punya waktu untuk berhenti dan mendengarkan salah satu musikus kelas dunia, yang memainkan beberapa lagu terbaik yang pernah ditulis, dengan alat musik yang sangat indah.... berapa lagi yang akan missing dalam hidup kita) Suatu renungan dan pengalaman yang bagus. Karena hal ini sering terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita cenderung untuk mencari sesuatu yang spektakuler, atau setidaknya dikenali untuk mengisi hidup kita. Yang harus kita ingat adalah, bahwa Tuhan punya segala cara, dan menggunakan segala cara, untuk menyapa dan menguatkan kita. Bahkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan atau bayangkan. Karena memang Dialah Tuhan. *Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.. |