Sunday, February 21, 2010

apakah kita berusaha menyenangkan semua orang?

Ada cerita tentang seorang bapak dengan anak laki-laki dan
keledainya. Mereka menuntun keledainya hendak ke pasar. Sang bapak
berjalan di samping, sedang anaknya duduk di atas keledai. Beberapa
orang yang melihat berkata, "Anak itu tidak memiliki rasa hormat
kepada orangtua, masak bapaknya berjalan, dianya sendiri naik
keledai?" Tidak enak mendengar kata-kata itu, sang bapak gantian
duduk di atas keledai, dan anaknya berjalan. Orang-orang yang melihat
berkata pula, "Kok tega sekali orangtua itu, enak-enak duduk di atas
keledai sedang anaknya dibiarkan berjalan?" Mendengar itu, sang bapak
meminta anaknya duduk di atas keledai bersamanya. Namun, orang-orang
yang melihat berkata, "Kejam sekali, masak keledai tua begitu
ditunggangi dua orang?" Bapak dan anak itu pun turun dari keledai dan
berjalan beriringan. Ternyata omongan orang-orang tidak berhenti
sampai di situ. Beberapa orang yang melihat mereka berkata pula,
"Dasar bodoh, punya keledai kok tidak ditunggangi?"

Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Apabila kita berusaha
menyenangkan semua orang, seperti bapak-anak dalam cerita di atas,
kita akan "capek" dan "bingung" sendiri. Panggilan kita hidup di
dunia ini bukanlah untuk menyenangkan hati manusia, tetapi
menyenangkan hati Tuhan. Karena itu, standar atau ukuran atas sikap
dan perilaku kita adalah Tuhan sendiri; apakah sikap dan tindakan
kita menyenangkan Tuhan.

Monday, February 15, 2010

Bertahan Hingga Menang


Art Berg adalah atlet berbakat yang memiliki masa depan cerah. Ia punya perusahaan konstruksi dan seorang tunangan yang baik dan cantik. Pada malam Natal, dalam perjalanan menuju rumah tunangannya di Utah untuk menuntaskan acara pernikahan mereka. Karena perjalanan panjang, ia lelah dan mengantuk hingga mobilnya menabrak tiang pembatas jalan dan terjun ke jurang. Ia terlempar dari mobil dan jatuh ke tanah dengan leher patah. Akibatnya ia lumpuh dari dada ke bawah dan tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Dokter berkata ia tidak akan pulih dari kelumpuhan. Teman-temannya menasehatinya agar ia melupakan pernikahannya.

Art Berg takut dan putus asa. Namun ibunya datang dan berbisik, "Nak, hal sulit membutuhkan waktu. Hal mustahil perlu waktu sedikit lebih lama." Karena kata-kata itu, harapannya muncul kembali. Ia berlatih keras hingga akhirnya bisa mandiri. Sebelas tahun kemudian ia kembali memimpin perusahaannya sendiri, bisa menyetir dan berolahraga, serta menikah dengan tunangannya dan punya dua anak. Sekarang ia menjadi pembicara profesional dan penulis buku yang mendorong dan memotivasi banyak orang.

Kadang-kadang sesuatu tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Jika Anda saat ini mengalami hal itu, jangan putus asa! Hal sulit membutuhkan waktu. Hal mustahil perlu waktu sedikit lebih lama. Tetapi orang yang bertahan sampai akhir akan menang.


Ketika kamu mulai mencela

Dua wartawan perang, ditangkap oleh sekelompok gerilyawan. Lantas,
mereka dibawa oleh kawanan gerilyawan itu bersembunyi dan masuk ke dalam hutan rimba belantara. Selama ditawan, mereka sebenarnya diperlakukan dengan baik. Para kawanan gerilyawan pun tidak punya niat untuk mencelakakan mereka. Para tawanan ini hanya akan dipakai untuk menekan pihak pemerinta yang tidak mau berunding. Tidak ada
niat sedikit pun mencelakakan mereka.
Namun, setelah dikepung berhari-hari oleh tentara pemerintah,  akhirnya pihak kawanan gerilyawan pun memutuskan untuk menyerah. Mereka ditangkap, dan begitu pula kedua wartawan inipun diselamatkan oleh tentara pemerintah dan dibawa pulang.
Akhirnya, kedua wartawan ini pun kemudian dipulang ke negara mereka masing-masing.
Lalu, di negara asalnya, wartawan yang satu, mengungkapkan kesannya yang penuh dengan celaan serta kejengkelan selama ia ditawan.  Menurutnya, "Kami harus masuk ke jalan-jalan di hutan yang buruk!  Nyamuknya banyak! Hidup dari buah-buah dan berburu binatang di hutan! Tidur dengan sangat tidak nyenyak." Pokoknya, isinya hanya
penuh keluh kesah.
 Sementara itu, wartawan yang lainnya mengungkapkan catatan hariannya yang isinya sama sekali berbeda. Menurutnya catatannya, "Betul-betul perjalanan yang menantang. Hidup terasa lebih hidup. Saya merasa seperti menjalani kehidupan seperti jaman dahulu. Berburu binatang  di hutan untuk hidup. Tidur di alam terbuka. Belajar bertahan hidup
dengan apa yang tersedia di hutan. Sungguh pengalaman yang mendebarkan! "
Ketika tulisan pengalaman kedua wartawan ini akhirnya dimuat di koran mereka masing-masing, tampaklah betapa berbedanya kedua  wartawan ini melihat pengalaman mereka, dengan kaca mata mereka  masing-masing.
Pertanyaannya, kalau begitu, siapa diantara kedua wartawan ini yang benar?

Pesan Moral:
Ketika kamu mulai mencela, kamu kehilangan kesempatan untuk melihat sesuatu yang indah (Anthony Dio Martin)


 

Tempat yang Tidak Tergantikan

Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi,sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anak saya.

Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya.

Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja.

Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika
aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan..... di sanalah sumber 'masalah'nya  ... sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:

"Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan
menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya .. Karena aku takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk  mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf Dad ... "

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak ingin anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya
dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan
lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.

Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal....

Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya
menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Dad".

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.....

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis.. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih
ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini musim dingin, dan hari Natal telah tiba. Semangat Natal ada dimana-mana juga di hati setiap orang yg lalu lalang... Lagu-lagu Natal terdengar diseluruh pelosok jalan .... tapi astaga, anakku membuat masalah lagi.
Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja,tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.

Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa
anak ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf : "Maaf, Dad". Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk mommy......".

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. .... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?"

Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak
itu dan aku mengirimkannya sekaligus".

Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku
bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku
katakan ....

Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah
itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Saya berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi..... saya jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur......

'Mommy sayang',

Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan
mulai menangis dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis dikamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu.
Bisakah mommy muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat anda? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu.. Tapi mommy, mengapa engkau tak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya ....

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya. Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.

Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya.

 




Perception

Washington, DC Metro Station on a cold January morning in 2007.
The man with a violin played six Bach pieces for about 45 minutes. During
that time approx. 2 thousand people went through the station, most of them
on their way to work. After 3 minutes a middle aged man noticed there was a
musician playing. He slowed his pace and stopped for a few seconds and then
hurried to meet his schedule.
( Stasiun Metro , Washington DC , di bulan Januari yang dingin 2007.
Seorang lelaki dengan biolanya, memainkan 6 lagu Bach +/- 45 menit. Dalam
kurun waktu itu, sekitar 2rb orang lewat di stasiun, sebagian besar dalam
perjalanan menuju tempat kerja. Setelah 3 menit, seorang lelaki paruh baya
tahu bahwa ada seorang musikus yang sedang bermain. Dia memperlambat
kecepatan jalannya dan berhenti selama beberapa detik, kemudian cepat-cepat
pergi supaya tidak terlambat.)


4 minutes later: (4 menit kemudian)

the violinist received his first dollar: a woman threw the money in the
hat and, without stopping, continued to walk..
(pemain biola tersebut menerima dollar pertamanya: seorang wanita
melemparkannya ke dalam topi tanpa berhenti sambil berjalan.)


6 minutes: (6 menit kemudian)

A young man leaned against the wall to listen to him, then looked at his
watch and started to walk again.
(seorang pemuda bersandar di tembok untuk mendengarkan, kemudian melihat
jamnya dan mulai berjalan lagi)


10 minutes: (10 menit kemudian)

A 3-year old boy stopped but his mother tugged him along hurriedly. The kid
stopped to look at the violinist again, but the mother pushed hard and the
child continued to walk, turning his head all the time. This action was
repeated by several other children. Every parent, without exception, forced
their children to move on quickly..
( seorang anak kecil usia 3 tahun berhenti, tetapi mamanya cepat-cepat
menariknya. Si anak berhenti dan melihat pemain biola lagi, tetapi mamanya
mendorongnya untuk tetap berjalan sambil kepalanya tetap menengok untuk
beberapa kali.. Ini juga terjadi sama dengan anak-anak lainnya yang oleh
ortunya dipaksa untuk tetap berjalan cepat)


45 minutes: (45 menit kemudian)

The musician played continuously. Only 6 people stopped and listened for a
short while. About 20 gave money but continued to walk at their normal pace.
The man collected a total of $32.
(pemain biola tersebut bermain terus. Hanya 6 orang berhenti dan
mendengarkan sejenak. Sekitar 20 orang memberi uang dan terus berjalan.
Total uang 32 dollar)


1 hour: (1 jam kemudian)

He finished playing and silence took over. No one noticed. No one applauded,
nor was there any recognition.
(Pemain biola selesai bermain dan pergi diam-diam. Tak seorangpun
memperhatikan. Tak ada tepuk tangan penghargaan juga tak ada yang
mengenalinya)


No one knew this, but the violinist was Joshua Bell, one of the greatest
musicians in the world. He played one of the most intricate pieces ever
written, with a violin worth $3.5 million dollars. Two days before Joshua
Bell sold out a theater in Boston where the seats averaged $100.
(Tak ada yang tahu bahwa pemain biola tersebut adalah Joshua Bell, salah
satu musikus besar tingkat dunia. Dia sudah memainkan salah satu karya yang
rumit dengan biola seharga 3,5 juta dollar. Dua hari sebelumnya, tiket
konser Joshua Bell di Boston teater terjual habis dimana harga tiket sekitar
100 dollar)


This is a true story. Joshua Bell playing incognito in the metro station
was organized by the Washington Post as part of a social experiment about
perception, taste and people's priorities. The questions raised: in a common
place environment at an inappropriate hour, do we perceive beauty? Do we
stop to appreciate it? Do we recognize talent in an unexpected context?
(Ini benar2 terjadi. Joshua Bell memainkan incognito di stasiun Metro dalam
acara yang diorganisasi surat kabar the washington post untuk survey
mengenai persepsi, citarasa dan prioritas masyarakat. Apakah kita mengenali
talenta pada situasi yang tak terduga?)


One possible conclusion reached from this experiment could be this: If we
do not have a moment to stop and listen to one of the best musicians in the
world, playing some of the finest music ever written, with one of the most
beautiful instruments ever made.... How many other things are we missing?
(satu kesimpulan yang diperoleh: Jika kita tidak punya waktu untuk berhenti
dan mendengarkan salah satu musikus kelas dunia, yang memainkan beberapa
lagu terbaik yang pernah ditulis, dengan alat musik yang sangat indah....
berapa lagi yang akan missing dalam hidup kita)


Suatu renungan dan pengalaman yang bagus. Karena hal ini sering terjadi di
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita cenderung untuk mencari sesuatu yang
spektakuler, atau setidaknya dikenali untuk mengisi hidup kita. Yang harus
kita ingat adalah, bahwa Tuhan punya segala cara, dan menggunakan segala
cara, untuk menyapa dan menguatkan kita. Bahkan terkadang tidak sesuai
dengan apa yang kita pikirkan atau bayangkan. Karena memang Dialah Tuhan.

*Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,
demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari
jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu..





Thursday, February 04, 2010

Untuk para suami


Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi,
sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam
surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan
sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih
begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa
saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak
saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anak saya.

Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera
berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan
makan untuknya.

Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.
Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas
berangkat ke tempat kerja.

Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari
ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang
hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke
kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika aku merebahkan badan
ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan,
tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan
hangat! Aku membuka selimut dan..... di sanalah sumber 'masalah'nya ...
sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan
selimut!

Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung
menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan
pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan,
dia hanya memberi penjelasan singkat:

"Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum
pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan
untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di
sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas
untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya ... Karena
aku takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah
selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk
mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya ... Saya
minta maaf Dad ... "

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak ingin
anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan
menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis
saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya dengan erat
dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku
membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di
tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar
anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di
pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini,
untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan
juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa
terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman
Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan
buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.

Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar
menyesal....

Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya
absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap
dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di
sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya
di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku
marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam
saja lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Dad".

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan
bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan
ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.....

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke
rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan
menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya
untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih ada dan
melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini musim
dingin, dan hari Natal telah tiba. Semangat Natal ada dimana-mana juga di
hati setiap orang yg lalu lalang... Lagu-lagu Natal terdengar diseluruh
pelosok jalan .... tapi astaga, anakku membuat masalah lagi. Ketika aku
sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor
pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos
juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.

Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya
telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji
untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan
diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini sudah
benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta
maaf : "Maaf, Dad". Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan
alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa
alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong
anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini?
Apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk
mommy.....".

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. .... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan
terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak
surat-surat, pada waktu yg sama?"

Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yang
lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi
bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru
ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku
mengirimkannya sekaligus".

Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung,
tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan ....

Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk
selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dengan
membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah
mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa
tidur dengan nyenyak. Saya berjanji akan membakar surat-surat atas namanya,
jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi.... saya jadi penasaran
untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur......

'Mommy sayang',

Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di
sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi
kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak
memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis
dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan
mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya,
setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku,
tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat
padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya.
Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita
berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah mommy
muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat mommy?
Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka
kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi mommy, mengapa engkau
tak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak
pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak
ditinggalkan oleh istri saya ....

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh
kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya.
Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu,
mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan
menyayangi dirimu dan anak-anakmu.

Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu
dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah
kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan
posisinya.