Thursday, November 13, 2008

i love you MOM

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic.

Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi manager. Gaji-nya pun lumayan.

Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Dirumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be.

Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. "Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan." jawab A be.

Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).

Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan dirumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Didalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang.. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.

Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring.. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. " Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi".

Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja kesupermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini kedalam media cetak dan elektronik.

THE SWEETEST Gift

Martha , 35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang. Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang disekitar mereka untuk bertanya, Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini. Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia. "Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya." Dokter menjelaskan lebih lanjut. "Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang." Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuk Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara "Tuhan..kenapa menjadi begini ?" Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, "saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya. " Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata, "Biarkan kami memikirkannya kembali." Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter. "Kami ada suatu hal yang perlu memberitahumu. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun." Dr. Adely menganggukkan kepalanya. Lalu mereka menceritakan: "10 tahun lalu, Martha ketika pulang kerja telah diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh." Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali . "Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami. Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Aku dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika." Mata Dr. Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukka n kepala berkata "Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika." Beberapa lama kemudian,ia memandang Martha dan berkata "Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian ?" Martha berkata : "Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya. " Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu. Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini,seperti yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia ! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini. Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya. Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap. Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir. Orang hitam itu akan munculkah? Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya? Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini ? Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan. Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikann ya. Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran. Di tengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha . Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini. Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga Ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini.Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan penikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas,tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu. Di mata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya. Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun. Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malangitu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya. Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no.Telepon Dr.Adely. Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun. Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha . Sang istri, Lina berkata : : "Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha , ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian." Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan pertanyaan: "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu ?" "Sedikitpun aku tak akan memaafkannya !!! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut ! Ia benar-benar seorang pengecut !" demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya. Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata :"Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku". Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata: "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya." Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya, dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : "Baiklah, kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya. "Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Di matanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri : "Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat ?" Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah : "Selamat pagi, manager !" Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya. Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang : "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu." Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata :"Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah kandungnya." Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar, bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri ! Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini. Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata : "Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya. " Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah :"Kau PEMBOHONG !" Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya : "Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaiki dirinya, ataukah seorang suami yang selamanya menyimpan kebusukan ini didalamnya ?" Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama. Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata : "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely ! Aku akan menemanimu !" 3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha , pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan. Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat : "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan !" 10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha , iapun menyetujui hal ini. 18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili. Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha , langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir. Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata : "Maaf...mohon maafkan aku ! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu." Martha menjawab :"Terima kasih kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku". 19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili. Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika. Sang dokter berkata dengan antusias : "Ini suatu keajaiban !" 22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan. Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk merayakannya. Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata :"Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian". "Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di separoh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku !"

SEBUAH RENUNGAN UNTUK PARA JOMBLO

Seperti anak-anak muda seumurannya, Sarai pun memiliki kerinduan untuk mendapatkan pacar. Sambil melirik-lirik teman sekampusnya, tak lupa Sarai selalu berdoa "Tuhan, berikan aku seorang pacar yang takut akan Engkau, penuh pengertian, lembut hati, bijaksana dan setia. Terserah siapa yang Engkau pilihkan, aku akan menerimanya sebagai pemberianMu" Ketika Sarai merayakan Natal di kampungnya, Sarai kembali bertemu dengan Gita sahabatnya sewaktu kecil dulu. Sarai sebenarnya tahu bahwa sejak kelas 5 SD Gita naksir dirinya. Saat mereka duduk di bangku SMP, Gita selalu mencari-cari alasan supaya bisa mondar-mandir lewat di depan rumah Sarai. Sarai pun sengaja keluar masuk rumah supaya bisa bertemu Gita. Rupanya mereka terlibat cinta monyet. Saat mereka duduk di bangku SMA, mereka tetap menyimpan rasa cinta di dalam hati masing-masing. Sarai tidak pernah berani menatap mata Gita, karena malu kalau terbaca seberapa besar cintanya kepada Gita. Gita pun demikian. Walaupun hati mereka dekat dan saling menyayangi, tetapi mereka tidak pernah berani menyatakan kata cinta. Gita, sebagai anak kampung dari strata sosial di jauh bawah keluarga Sarai, tentu saja tidak memiliki keberanian untuk menyatakan cinta kepada Sarai. Jadilah hati mereka saling berpacaran, tanpa kata, tanpa sentuhan, tanpa pelukan dan juga tanpa kencan. Saat mereka bertemu lagi dalam acara Natal itu, Gita memberanikan diri menyatakan cintanya kepada Sarai. Walaupun sebenarnya Sarai masih menyimpan cintanya untuk Gita, tetapi gengsinya terlalu tinggi untuk menerima cinta Gita. Sarai yang berasal dari keluarga terpandang, tidak berani mengambil resiko untuk menjadi kekasih Gita, kaum jelata dari kelas "sudra". Sarai juga kuatir Gita yang hanya berpendidikan diploma, tidak akan bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman kuliah Sarai di kampus yang cukup bergengsi itu. Saat itu Sarai pun berdoa "Tuhan, sebenarnya saya mencintai Gita, tapi saya malu karena status sosial Gita. Berikan saya pacar yang sebaik Gita, tetapi tidak culun, udik dan berpendidikan minimal S-1!" Ketika Sarai aktif dalam pelayanan gereja, ia berteman akrab dengan Ito, seorang mahasiswa Theologia, teman sekampusnya. Persahabatan itu mendatangkan suka cita di antara mereka berdua dan bagi teman-teman di sekitarnya. Kematangan Ito dan kesediaannya mendengar keluh kesah Sarai, membuat ia layak menjadi kakak sekaligus penolong bagi Sarai. Saat Ito hendak mengubah kedekatan itu menjadi hubungan percintaan, Sarai menolak, karena menurutnya Ito bukanlah tipe laki-laki yang didambakannya. Walaupun sejujurnya Ito memenuhi kriteria laki-laki yang sering disebut dalam doa-doanya, namun mata Sarai lebih menguasai hatinya. "Tuhan, berikanlah sahabatku Ito seorang pacar, tetapi jangan saya. Saya tahu dia baik dan penyayang, tapi dia tidak rapi, tidak tampan dan mulutnya terlalu lebar. Tolong berikan saya pacar, tapi jangan yang sejelek Ito" Walaupun Ito dan Sarai masih bersahabat, tetapi mereka tak seakrab yang dulu. Ito yang telah memasuki smester-smester akhir harus mempersiapkan diri untuk praktek penggembalaan di luar kota. Sarai pun makin sibuk dengan kegiatan kampusnya. Mereka semakin jauh, jauh, dan lama kelamaan nama Ito terhapus dari kehidupan Sarai. Suatu ketika Sarai ditunjuk mewakili kampusnya untuk mengikuti seminar antar kampus di tingkat regional untuk beberapa hari. Saat bertemu dengan Arjuna, mahasiswa tertampan dari kampus lain, Sarai langsung berdoa dalam hati "Tuhan, sungguh indah ciptaanMu! Engkau yang Maha Murah, berikanlah Arjuna menjadi pacarku". Si tampan Arjuna yang berpenampilan clam dan cool itu membuat Sarai semakin penasaran. Walaupun Sarai berpura-pura cuek, tapi hatinya terus menerus berdoa, memaksa Tuhan untuk menggerakkan hati Arjuna supaya mau menghampirinya. Entah karena doa-doa yang setengah memaksa Tuhan atau karena sikap Sarai yang jinak-jinak merpati, tahu-tahu Arjuna aktif melakukan PDKT. Usaha Arjuna terus dilanjutkan walaupun mereka telah kembali ke kota masing-masing. Singkat cerita mereka berpacaran jarak jauh dan hanya seminggu sekali mereka bertemu. Walaupun Arjuna mengakui secara jujur bahwa ia berasal dari keluarga miskin, Sarai nggak mau tahu. Rupanya Sarai sudah terjerat cinta sejak pandangan pertama! Sebulan dua bulan hubungan mereka lancar. Namun begitu masuk bulan keenam komunikasi mereka agak tersendat. Arjuna yang dulu rajin mengunjungi kost Sarai setiap akhir pekan, tiba-tiba minta dimengerti karena tidak bisa berkunjung terlalu sering. Untuk membuktikan bahwa Arjuna tidak pindah ke lain hati, ia pun mempersilakan Sarai untuk datang sewaktu-waktu ke pondokannya. Saat Sarai ingin membuktikan kebenaran kata-kata Arjuna, ia pun berkunjung ke tempat kost Arjuna. Sarai hampir pinsan ketika melihat kenyataan bahwa Arjuna tak semiskin yang ia bayangkan. Dari mulut Arjuna, Sarai sudah bisa membayangkan bahwa Arjuna memang bukan anak dari keluarga berada. Namun keadaan yang didapati Sarai benar-benar membuatnya shock. Ternyata Arjuna hanya menempati kamar ukuran 2X3 meter yang berdinding bambu dan berlantai tanah. Sarai pun mundur teratur sambil berdoa "Tuhan, bukan yang ini yang saya minta! Saya ingin pacar yang setampan dan sebaik Arjuna tetapi jangan yang terlalu miskin. Bolehlah Engkau kasih saya pacar yang sederhana, tetapi jangan yang sekere ini" Lama sekali Sarai tidak menemukan kekasih hati. Ia pun masih terus berdoa supaya Tuhan memberikan teman laki-laki yang sesuai dengan kriterianya. Namun ketika bertemu dengan Suromenggolo, laki-laki tampan, gagah dan berpenampilan sempurna itu, Sarai menjadi lupa dengan doa-doanya. Ia merasa yakin suatu saat laki-laki itun akan menjadi miliknya. Suromenggolo yang duduk sebagai ketua panitia kegiatan cinta alam, mulai melirik-lirik Sarai yang terlibat sebagai peserta. Setiap ada kesempatan, Sarai pun mencuri-curi pandang supaya bisa menikmati ketampanan Suromenggolo. Suromenggolo yang berwajah oval dan dihiasi kumis tipis dan sepasang mata bersinar di bawah alis yang indah, benar-benar membuat tercengang setiap perempuan yang melihatnya. Kulitnya yang hitam manis, sangat serasi dengan senyumnya yang manis dan menggetarkan hati setiap perempuan . Ketika Sarai mengalami kesulitan untuk mendirikan tendanya, Suromenggolo menghampiri nya dengan senyum yang sungguh menawan. Sapaan nan lembut dan santun Suromenggolo membuat Sarai bagaikan Dewi di kayangan. Dengan sopan Suromenggolo menyodorkan tangan untuk berkenalan, membuat Sarai yakin bahwa laki-laki tampan di hadapannya berasal dari keluarga yang beradab. Beberapa hari berpetualang di alam bersama, membuat Sarai dan Suromenggolo semakin akrab. Setiap Sarai mengalami kesulitan, Suromenggolo datang membantu tanpa diminta. Setiap menjelang magrib, saat Sarai dan teman-teman perempuannya pergi untuk mandi di kali, tanpa diminta Suromenggolo pun bersedia mengawal bak pahlawan yang selalu siap menjaga kehormatan teman-teman perempuannya. Sikap Suromenggolo yang "care" dan penuh perhatian, membuat Sarai yakin bahwa Suromenggolo adalah laki-laki ideal yang diinginkannya. Ketika petualangan di alam bebas itu diakhiri dengan mendaki gunung, Suromenggolo menggunakan kesempatan untuk merebut simpati Sarai. Selama perjalanan, Suromenggolo menunjukkan perhatian yang sangat besar dan kesediaan menolong setiap anak buahnya. Sikap Suromenggolo yang melindungi, benar-benar membuat setiap orang yang berada di dekatnya merasa aman. Kata-kata Suromenggolo yang lembut, santun dan bijaksana sungguh menyejukkan hati Sarai. Terlebih dengan sikap dan perhatian khusus yang penuh cinta, yang selalu diarahkan Suromenggolo kepada Sarai. Sarai benar-benar tersanjung melihat Suromenggolo yang begitu memperhatikan dan mengkuatirkannya. Melalui tatapan mata dan bahasa tubuhnya, Suromenggolo mengisyaratkan bahwa ia tak ingin Sarai merasakan kesusahan. Suromenggolo seolah tahu kapan keringat Sarai hendak menetes dan kapan ia harus mengeluarkan sapu tanganya untuk membersihkan kening Sarai. Ketika Sarai tergelincir, tangan Suromenggolo meraihnya dengan cepat, sehingga Saraipun aman bersamanya. Suromenggolo rela menggendong dua ransel, supaya pundak Sarai tidak terkelupas oleh beratnya beban. Begitu cuaca mulai berkabut, Suromenggolo melepas jaketnya untuk dipakaikan ke tubuh Sarai. Ketika kaki Sarai terkelupas oleh jauhnya perjalanan, Suromenggolo tidak mempercayakan perawatan luka di kaki Sarai kepada petugas P3K. Dengan tangannya sendiri, Suromenggolo mencuci dan mengobati kaki Sarai. Selama perjalanan pulang ke kampus, Suromenggolo selalu menjagai Sarai. Walaupun Sarai masih bisa berjalan dengan baik, tetapi Suromenggolo selalu berusaha menjaganya. Tanpa diminta, Suromenggolo selalu menuntun Sarai ketika naik dan turun dari bis. Di dalam bis pun Suromenggolo selalu berusaha mencarikan minum dan makanan untuk Sarai. Setibanya di kampus, sebenarnya Sarai bisa pulang sendiri ke kostnya. Tetapi Suromenggolo merasa bertanggung jawab untuk mengantar Sarai hingga di depan pintu kostnya. Tidak berhenti di situ saja! Malam harinya Suromenggolo datang lagi ke tempat kost Sarai dengan membawa dua rantang makan malam dan obat kompres untuk kaki Sarai. Semula Sarai menolak pemberian itu, karena ia menyangka bahwa Suromenggolo adalah sesama anak kost yang uangnya mepet. Tetapi Suromenggolo berusaha meyakinkan bahwa makanan yang dibawanya adalah masakan ibunya yang memang disiapkan untuk Sarai. Malam-malam berikutnya Suromenggolo selalu datang dengan setangkai bunga yang terselip di rantang catering ibunya. Teman-teman kost Sarai pun memuji perhatian dan kasih sayang Suromenggolo yang seakan tak pernah ada habisnya. Tidak berlebihan jika Sarai GR (gede rasa). Ia pun langsung berdoa "Tuhan, inilah orang yang kupilih. Berkatilah supaya dia menjadi kekasihku selamanya". Saat itu bagi Sarai, berdoa adalah nomor kesekian. Tuhan bukanlah tempat Sarai berkonsultasi karena Sarai bisa memilih sendiri laki-laki yang diinginkannya. Setiap berdoa, Sarai hanya cukup melapor dan meminta dukungan Tuhan atas apa yang diinginkannya. Ketampanan, cinta dan romantisme Suromenggolo telah membuat Sarai menempatkan Tuhan hanya sebagai asisten yang selalu diminta membantu Sarai mencapai keinginannya. Mungkin inilah yang dinamakan cinta buta. Api asrama yang berkobar di antara mereka, telah membuat Sarai tidak mampu melihat sisi lain kehidupan Suromenggolo. Walaupun Sarai tahu bahwa Suromenggolo bukan anak Tuhan yang sepadan dengannya, namun Sarai ngotot dan merasa mampu memperkenalkan Juru Selamat kepada Suromenggolo. Terlebih lagi Suromenggolo sendiri sudah bersedia untuk beribadah di gereja Sarai. Inilah yang selalu dijadikan senjata pembela diri, ketika orang tua dan kakak Sarai tidak menyukai hubungan mereka. Walaupun kakak Sarai sudah memberitahukan berkali-kali tentang masa lalu Suromenggolo yang suka berkelahi dan mabuk-mabukan, tetapi perhatian dan kelembutan Suromenggolo telah memabukkan Sarai. Sarai merasa saat itu dia lah yang paling tahu siapa Suromenggolo yang sesungguhnya. Walaupun induk semang Sarai berkali-kali memberitahu bahwa Suromenggolo adalah anak kolong yang keluargnya amburadul, Sarai tetap dengan keyakinannya bahwa laki-laki yang dikenalnya adalah sosok yang penuh cinta dan kasih sayang. Ketampanan, romantisme dan sikap santun Suromenggolo sama sekali bertolak belakang dengan pernyataan induk semang Sarai. Ketika berkenalan lebih dekat dengan keluarga Suromenggolo, Sarai dihadapkan kenyataan bahwa Suromenggolo memang bukan berasal dari keluarga yang harmonis. Kenyataan bahwa ayah Suromenggolo sering melakukan kekerasan terhadap istri dan anak-anaknya, justru didengar Sarai dari mulut ibu Suromenggolo. Dengan berlinang air mata ibu Suromenggolo menceritakan penderitaan dirinya yang sering diperlakukan kasar dan ditinggal kabur ayahnya. Penderitaan ibu Suromenggolo semakin lengkap ketika ia tidak memiliki daya untuk melindungi anak-anaknya dari siksaan suaminya. Kisah mengharukan itu semakin diperkuat dengan cerita Suromenggolo yang mengaku bahwa siksaan dari ayahnya merupakan makanan sehari-hari untuknya. Pengenalan Sarai terhadap keluarga Suromenggolo tidak menyurutkan cintanya. Sebaliknya, Sarai semakin mengagumi Suromenggolo. Di mata Sarai, Suromenggolo adalah pribadi yang tegar. Walaupun tidak pernah menerima kasih sayang dari ayahnya, namun ia memiliki cinta dan kasih sayang yang begitu besar untuk orang lain, terutama untuk Sarai. Sarai semakin kagum karena Suromenggolo yang sedari kecilnya terbiasa menerima siksaan, tetapi setelah dewasa bisa tampil sebagai sosok pelindung yang penuh kasih. Bukan hanya Sarai yang membutuhkan Suromenggolo. Kehadiran Sarai pun semakin mengobarkan semangat hidup Suromenggolo. Sarai adalah satu-satunya orang yang mengerti penderitaan Suromenggolo. Ibu Suromenggolo yang harus berjuang keras menghidupi anak-anaknya, telah membuat Suromenggolo tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup. Menurut Suromenggolo, setelah masa remajanya terbuang sia-sia dalam kehidupan yang penuh nikotin, alkohol dan perkelahian, ibunya baru datang menghampirinya. Saat Suromenggolo menjelang dewasa, ibunya berusaha menebus kesalahannya dengan memberikan kasih sayang yang berlebih. Walaupun ibunya telah memberikan kemanjaan yang berlebih, Suromenggolo tetap membutuhkan kasih lembut Sarai. Walaupun kecantikan Sarai tak sebanding dengan ketampanannya, Suromenggolo tetap membutuhkan Sarai sebagai calon pendamping, sekaligus sebagai "ibu". Tanpa pikir panjang lagi, setelah 2 tahun berpacaran mereka memutuskan untuk menikah, setelah Suromenggolo bersedia dibaptis di gereja Sarai. Ketika itu Sarai menodong Tuhan untuk mencari pembenaran atas keputusannya "Tuhan, inilah orang yang Kaupilih untuk mendampingiku. Walaupun banyak muridMu tidak sepenuhnya mendukung hubungan kami, namun untuk kali ini, biarlah aku mewujudkan keinginanku. Untuk lain kali, bolehlah kehendakMu yang jadi. Namun untuk kali ini saja, biarlah kehendakku yang jadi" Walaupun secara materi mereka berdua tidak memiliki kesiapan sama sekali, mereka nekad membina rumah tangga hanya dengan bermodal cinta. Layaknya syair yang dilantunkan oleh pedangdut, mereka rela hidup menderita, tidur hanya beralas koran dan makan sepiring berdua. Sarai yang sudah bekerja harus menopang bahtera yang dikemudikan oleh Suromenggolo. Sarai yang bekerja di dua tempat hingga larut malam, tidak membuat Suromenggolo lelah menunggunya di rumah. Suromenggolo justru senang kalau ia bisa memasak makan malam untuk mereka berdua. Tahun pertama perkawinan mereka benar-benar penuh dengan kemesraan. Mereka tidak peduli apa kata orang. Mereka juga tak peduli kalaupun dunia ini akan runtuh, asalkan mereka selalu berdua. Kebahagian mereka semakin bertambah saat Suromenggolo mendapatkan pekerjaan yang cukup bagus dengan gaji yang lumayan. Memasuki tahun kedua, Sarai dan Suromenggolo sepakat untuk melewatkan libur Natal di rumah keluarga Suromenggolo. Saat malam Natal tiba, Sarai mulai kecewa karena Suromenggolo dan ibunya menghalanginya untuk pergi ke gereja. Suromenggolo menenangkan Sarai dengan menjanjikan untuk mengantarnya ke gereja esok paginya. Mereka berdua sepakat untuk pergi ke gereja pada jam 05.00. Di pagi yang buta Sarai menggandeng tangan Suromenggolo untuk pergi ke gereja. Belum sempat pasangan muda itu melangkah keluar pintu, ibu Suromenggolo menggagalkan rencana mereka. Suromenggolo meminta pengertian Sarai untuk menggeser rencana mereka sampai jam 07.00. Sarai pun setuju. Namun begitu waktu ibadah yang kedua sudah hampir tiba, Suromenggolo masih sibuk menemani ibunya. Sarai kembali bersabar, menunggu Suromenggolo menyediakan waktu untuk istri dan Tuhannya pada jam 09.00. Lagi-lagi gagal! Suromenggolo mencoba menggeser rencana mereka sampai jam 11.00. Namun, gagal lagi gagal lagi! Hari itu tampaknya Suromenggolo benar-benaar milik ibunya. Kesabaran Sarai sudah sirna. Ketika hari telah bergeser hingga jam 17.00, dan ibu Suromenggolo belum ingin melepaskan anaknya menikmati kebersamaan dengan istrinya, Saraipun mengambil sikap. Tanpa ijin suami dan mertuanya, Sarai nekad pergi ke gereja sendiri. Walaupun berbakti dan memuji Tuhan adalah hak Sarai yang paling azazi, namun Suromenggolo dan ibunya menganggap hal tersebut merupakan pelecehan terhadap kekuasaan sang suami. Hari itu Sarai divonis bersalah karena berani meninggalkan rumah tanpa restu suaminya. Sarai yang berasal dari keluarga yang taat beribadah, tentu saja sangat kecewa melihat suaminya menerima Kristus hanya di bibirnya saja. nilah sumber konflik yang pertama. Mulai saat itu, Suromenggolo semakin mengatur dan menuntut sarai untuk berperan sebagai mana ibunya. Sarai yang bekerja di kantor tentunya tidak sanggup menerima beban ganda yang ditimpakan oleh suaminya. Masakan Sarai yang tidak lezat dan dandanan yang tak seluwes ibu mertuanya, seringkali dipakai Suromenggolo untuk melecehkan Sarai. Sarai baru menyadari bahwa ia sedang hidup bersama dengan penderita oidepus complex. Sarai tidak menyerah. Ia justru ingin belajar dari ibu mertuanya yang merupakan figur ibu rumah tangga yang nrimo, mengabdi dan menerima apa saja perlakukan suaminya. Namun sayang, belum selesai berguru kepada mertuanya, Sarai hamil. Sejak saat itu Sarai lebih berkonsentrasi pada buah hati yang ada di dalam perutnya. Perhatian sarai yang terbagi untuk memikirkan kesehatan diri dan janinnya, membuat Suromenggolo merasa perhatian dan kasih sayang Sarai tak cukup lagi buatnya. Suromenggolo mulai mencari perhatian dari teman-teman sekantornya. Ia rela melakukan apa saja supaya bisa diterima dan dikagumi teman-temannya. Seringkali Suromenggolo tidak membawa pulang uang gajinya demi menyenangkan teman-temannya. Panggilan "Bos" dari rekan-rekannya membuat Suromenggolo merasa tidak cukup hanya dengan bermodalkan uang gajinya. Tak jarang ia menggunakan uang istrinya hanya untuk berfoya-foya dengan teman-temanya. Merasa uangnya kurang, Suromenggolo mulai berkhayal menjadi orang kaya melalui perjudian. Saat Suromenggolo kalah berjudi, ia meyakinkan Sarai bahwa lain kali ia akan meraup keuntungan dari permainan judinya. Ketika Suromenggolo mendapatkan kemenangan yang kecil, ia semakin bersemangat untuk meyakinkan Sarai bahwa di waktu-waktu mendatang ia akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan lebih besar lagi. Keuangan mereka semakin kacau. Baik kekalahan maupun kemenangan, bagi Suromenggolo harus dirayakan dengan alkohol. Bau alkohol dari mulut Suromenggolo membuat Sarai tidak bisa melayaninya di tempat tidur. Namun penolakan Sarai tidak membuat Suromenggolo mundur. Sebaliknya, Suromenggolo menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Semakin dilecehkan dan diperlakukan secara tidak bermartabat, Sarai semakin frigit. Inilah neraka bagi Sarai. Semakin ia frigit, Suromenggolo semakin bersemangat untuk "memperkosanya". Walaupun anak mereka telah lahir, Suromenggolo tidak berubah. Mau tidak mau, Sarai bersikap lebih tegas lagi. Ia berusaha mengendalikan uang gajinya sendiri supaya bahtera keluarganya tidak tenggelam. Paling tidak Sarai merasa bertanggung jawab untuk menghidupi anaknya. Kesenangan Suromenggolo bersama teman-temannya, membuat Sarai seolah janda beranak satu, yang harus berjuang sendiri menghidupi anaknya. Buah hati mereka yang sakit-sakitan seolah bukan masalah Suromenggolo. Semua ditimpakan kepada Sarai. Kesulitan hidup yang dihadapi Sarai membuat ia seolah mati rasa. Ketidakhadiran Suromenggolo di saat anaknya perlu dilarikan ke rumah sakit karena demam tinggi, sudah dianggap hal yang biasa. Sarai tidak punya waktu lagi untuk mengemis cinta dan belas kasihan dari suaminya. Ia merasa harus bisa hidup dan membagi cinta bersama anaknya. Merasa kehadirannya tak berpengaruh dalam kehidupan istri dan anaknya, Suromenggolo mulai mencari pengakuan, baik di dalam maupun di luar rumah. Sejak saat itu, Suromenggolo bukan saja menuntut Sarai menjadi sama dengan ibunya, tetapi ia sendiri menghadirkan potret ayahnya. Kesalahan-kesahalan kecil yang dilakukan Sarai bisa membuat ia murka. Cerita tokoh Suromenggolo yang penuh cinta, kasih sayang dan romantisme sudah berakhir. Ia hadir layaknya "warok suromenggolo" yang menakutkan. Ia telah berubah wujud menjadi monster yang tertawa puas ketika melihat Sarai dengan kening terluka, bibir dan hidung yang berlumuran darah, mata yang membengkak atau yang merangkak kesakitan sambil berlutut atau mencium telapak kaki sambil memohon belas kasihan dari Suromenggolo Suromenggolo menerima Tuhan Yesus hanya karena cintanya kepada Sarai, bukan karena ia mencintai Juru Selamat. Suromenggolo menjadikan Kristen hanya sebagai identitas, dan bukan karena ia ingin hidup meneladani Kristus. Ia menjadi Kristen, bukan karena dia "ngefans" dengan pribadi Kristus, tetapi karena ia "ngebet" untuk mendapatkan cinta Sarai. Ketika cinta itu redup, Suromenggolo pun rela meninggalkan Kristus. Ia rela menukar Janji Keselamatan dengan perempuan lain yang lebih cantik, sexy, menggairahkan dan bersedia diperlakukan sebagai "ibunya". ****** Kisah nyata di atas terjadi karena Sarai tidak mengandalkan Yesus. Ketika ia kepincut dengan ketampanan dan terbius oleh cinta seorang laki-laki, ia menomor duakan Tuhan Yesus. Karena merasa yakin bahwa pilihannya bisa memuaskan matanya, ia pun berdoa "Biarlah kehendakku saja yang terjadi, bukan kehendakMu". Kesalahan yang terbesar dalam hidup Sarai adalah tidak mengandalkan campur tangan Tuhan ketika mengambil keputusan. Bahkan orang-orang di sekitar Sarai yang dipakai oleh Tuhan untuk mengingatkannya, dianggap angin lalu saja. Walaupun banyak orang bilang bahwa Tuhan akan menyediakan "Abraham" yang lebih baik bagi Sarai, tetapi ia telah dibutakan oleh ketampanan dan romantisme dari laki-laki yang tak sepadan di hadapan Allah. Oleh : Lesminingtyas

poor ERIC

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu. Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat- sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya. Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!" Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?" "Nama saya Elic, Tante." "Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?" Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric... Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?" "Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak... Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric... Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya... Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau. "Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!" Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?" Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya disini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..." Saya pun membaca tulisan di kertas itu... "Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..." Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!" Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras. "Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana . Nyonya,dosa anda tidak terampuni!" Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. (kisah nyata diIrlandia utara)

Tangan IBU

Ketika ibu saya berkunjung, ibu mengajak saya untuk shopping bersamanya kerana dia menginginkan sepasang kurung yg baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi membeli belah bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami pergi juga ke pusat membeli belah tersebut. Kami mengunjungi setiap butik yang menyediakan pakaian wanita, dan ibu saya mencuba sehelai demi sehelai pakaian dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai penat dan kelihatan jelas riak2 kecewa di wajah ibu. Akhirnya pada butik terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencuba satu baju kurung yang cantik Dan kerana ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam fitting room, saya melihat bagaimana ibu mencuba pakaian tersebut, dan dengan susah mencuba untuk mengenakannya. Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya, seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan cuba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sedari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke fitting room untuk membantu ibu mengenakan pakaiannya. Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Shopping kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat dilupakan dari ingatan. Sepanjang sisa hari itu, fikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam fitting room tersebut dan ter bayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengenakan pakaiannya. Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling berbekas dalam hati saya. Kemudian pada malam harinya saya pergi ke kamar ibu saya mengambil tangannya, lantas menciumnya ... dan yang membuatnya terkejut, saya memberitahunya bahawa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahawa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan sejelasnya, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu... Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri. Dunia ini memiliki banyak keajaiban , segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ibu...

melakukan dengan cara yang BERBEDA


Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar" katanya. Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka. Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka. Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua "Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?". "Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita" Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? kenapa tidak berhasil?". Masih sambil berjalan dan memangggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab "Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama". Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik & nada lebih serius "Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini". "Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda"