Monday, February 15, 2010

Perception

Washington, DC Metro Station on a cold January morning in 2007.
The man with a violin played six Bach pieces for about 45 minutes. During
that time approx. 2 thousand people went through the station, most of them
on their way to work. After 3 minutes a middle aged man noticed there was a
musician playing. He slowed his pace and stopped for a few seconds and then
hurried to meet his schedule.
( Stasiun Metro , Washington DC , di bulan Januari yang dingin 2007.
Seorang lelaki dengan biolanya, memainkan 6 lagu Bach +/- 45 menit. Dalam
kurun waktu itu, sekitar 2rb orang lewat di stasiun, sebagian besar dalam
perjalanan menuju tempat kerja. Setelah 3 menit, seorang lelaki paruh baya
tahu bahwa ada seorang musikus yang sedang bermain. Dia memperlambat
kecepatan jalannya dan berhenti selama beberapa detik, kemudian cepat-cepat
pergi supaya tidak terlambat.)


4 minutes later: (4 menit kemudian)

the violinist received his first dollar: a woman threw the money in the
hat and, without stopping, continued to walk..
(pemain biola tersebut menerima dollar pertamanya: seorang wanita
melemparkannya ke dalam topi tanpa berhenti sambil berjalan.)


6 minutes: (6 menit kemudian)

A young man leaned against the wall to listen to him, then looked at his
watch and started to walk again.
(seorang pemuda bersandar di tembok untuk mendengarkan, kemudian melihat
jamnya dan mulai berjalan lagi)


10 minutes: (10 menit kemudian)

A 3-year old boy stopped but his mother tugged him along hurriedly. The kid
stopped to look at the violinist again, but the mother pushed hard and the
child continued to walk, turning his head all the time. This action was
repeated by several other children. Every parent, without exception, forced
their children to move on quickly..
( seorang anak kecil usia 3 tahun berhenti, tetapi mamanya cepat-cepat
menariknya. Si anak berhenti dan melihat pemain biola lagi, tetapi mamanya
mendorongnya untuk tetap berjalan sambil kepalanya tetap menengok untuk
beberapa kali.. Ini juga terjadi sama dengan anak-anak lainnya yang oleh
ortunya dipaksa untuk tetap berjalan cepat)


45 minutes: (45 menit kemudian)

The musician played continuously. Only 6 people stopped and listened for a
short while. About 20 gave money but continued to walk at their normal pace.
The man collected a total of $32.
(pemain biola tersebut bermain terus. Hanya 6 orang berhenti dan
mendengarkan sejenak. Sekitar 20 orang memberi uang dan terus berjalan.
Total uang 32 dollar)


1 hour: (1 jam kemudian)

He finished playing and silence took over. No one noticed. No one applauded,
nor was there any recognition.
(Pemain biola selesai bermain dan pergi diam-diam. Tak seorangpun
memperhatikan. Tak ada tepuk tangan penghargaan juga tak ada yang
mengenalinya)


No one knew this, but the violinist was Joshua Bell, one of the greatest
musicians in the world. He played one of the most intricate pieces ever
written, with a violin worth $3.5 million dollars. Two days before Joshua
Bell sold out a theater in Boston where the seats averaged $100.
(Tak ada yang tahu bahwa pemain biola tersebut adalah Joshua Bell, salah
satu musikus besar tingkat dunia. Dia sudah memainkan salah satu karya yang
rumit dengan biola seharga 3,5 juta dollar. Dua hari sebelumnya, tiket
konser Joshua Bell di Boston teater terjual habis dimana harga tiket sekitar
100 dollar)


This is a true story. Joshua Bell playing incognito in the metro station
was organized by the Washington Post as part of a social experiment about
perception, taste and people's priorities. The questions raised: in a common
place environment at an inappropriate hour, do we perceive beauty? Do we
stop to appreciate it? Do we recognize talent in an unexpected context?
(Ini benar2 terjadi. Joshua Bell memainkan incognito di stasiun Metro dalam
acara yang diorganisasi surat kabar the washington post untuk survey
mengenai persepsi, citarasa dan prioritas masyarakat. Apakah kita mengenali
talenta pada situasi yang tak terduga?)


One possible conclusion reached from this experiment could be this: If we
do not have a moment to stop and listen to one of the best musicians in the
world, playing some of the finest music ever written, with one of the most
beautiful instruments ever made.... How many other things are we missing?
(satu kesimpulan yang diperoleh: Jika kita tidak punya waktu untuk berhenti
dan mendengarkan salah satu musikus kelas dunia, yang memainkan beberapa
lagu terbaik yang pernah ditulis, dengan alat musik yang sangat indah....
berapa lagi yang akan missing dalam hidup kita)


Suatu renungan dan pengalaman yang bagus. Karena hal ini sering terjadi di
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita cenderung untuk mencari sesuatu yang
spektakuler, atau setidaknya dikenali untuk mengisi hidup kita. Yang harus
kita ingat adalah, bahwa Tuhan punya segala cara, dan menggunakan segala
cara, untuk menyapa dan menguatkan kita. Bahkan terkadang tidak sesuai
dengan apa yang kita pikirkan atau bayangkan. Karena memang Dialah Tuhan.

*Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,
demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari
jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu..





No comments: